Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tahta di Deret Ukur Titah Sang Agung

30 Maret 2016   02:46 Diperbarui: 30 Maret 2016   03:28 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: abisyakir.files.wordpress.com"][/caption]Banyak orang mendengar titah Sang Agung.
"Kuasailah bumimu dan seisinya. Tentukan satu orang yang mampu membaginya ke sesama kaum mu. Gunakan untuk memuliakan hidup, agar kelak kau dimuliakan".

Sebagian orang kemudian menyatakan diri sebagai orang pilihan usai berkaca pada bayangan diri, bercak-bercak hujan dan genangan air di jalanan. Mereka ciptakan pantulan maya di setiap dirinya. Kata angin, pada sudut tersembunyi mereka membaca deret aksara berbunyi "Akulah si Pantas pemimpin"

Sementara Aku dan banyak orang bukanlah orang pilihan. Kami hanyalah pelakon nasib yang ditindas waktu. Menjadi genangan di jalanan dan bercak-bercak pada setiap permukaan.

Aku dan banyak orang melihat setiap orang pilihan bereaksi di gaung titah Sang Agung. Masing-masing mengumbar aksara pada dinding. Bolak balik mereka berlari antara ruang sakral dan profan. Kata angin datang, mereka memungut cahaya dan menyimpannya di sapuan rambut dan baju. Agar banyak orang tahu hanya merekalah terang terpantas bertahta atas nama titah Sang Agung.

Aku dan banyak orang hanyalah penonton kuasa mereka pada aksara. Kami lihat mereka adalah orang tanpa ragu dan malu. Mereka mampu menoreh-noreh saling cela tak berujung. Dibuatnya kami jadi saksi bisu saat mereka tak lagi mampu mengukur jarak tahta terhadap titah Sang Agung.

Mereka lupa, pada kamilah tahta itu tertancap ukuran. Itulah yang membuat kami sering bertanya "haruskah oleh pola mereka setiap tahta kehilangan deret ukur ?"

------
Pebrianov30/03/2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun