Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sikap Tak Pantas Menteri Rizal Ramli Pada Wapres JK

19 Agustus 2015   01:10 Diperbarui: 19 Agustus 2015   01:50 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://assets.tokohindonesia.com/berita/ti_243051_debat-calon-presiden-konvensi-rakyat-dengan-konvensi-demokrat_663_382.jpg"][/caption]

Artikel ini tak bermasud membahas soal isi masalah teknis awal timbulnya 'polemik' tak elok. Melainkan tentang suatu sikap seorang Menteri sebagai pembantu Presiden.

Sulit dimengerti secara awam. Ada menteri anak buah Jokowi yang pintar secara akademis tapi 'keminter' soal kebijakan atasannya. Mungkin dia lupa, bukan sedang jadi LSM atau parpol penyeimbang yang bisa berkoar di luar (media) untuk menyatakan kritik dan ketidakpuasannya terhadap suatu kebijakan. Tentang hal ihwal kebijakan dan kritiknya bisa dibaca sumber berita di sini ; Satu, Dua, Tiga, beserta rentetan beritanya.

Menteri itu adalah Rizal Ramli. Sejak dulu terkenal kritis dan pintar. Dia juga mantan aktivis mahasiswa yang pernah dibui karena pemikirannya di jaman orde baru. Sebagai mantan aktivis, bawaan kritisnya ini tak bisa dia lepaskan atau kurangi saat masuk kabinet.

[caption caption="http://cdnimage.terbitsport.com/imagebank/gallery/large/20150813_011245_harianterbit_rizal_ramli-kabinet_kerja-jokowi-.jpg"]

[/caption]

Celakanya, dia berkoar di depan publik (media), bahkan timbul kesan menantang Jusuf Kalla, Wakil Presiden (baca ini), yang secara struktural berada di atasnya. Sampai terucap kata dari Rizal Ramli " "Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya, kita diskusi di depan umum,"
Memangnya JK itu bawahannya? Hingga tega 'menyuruh' JK bertemu dia. Apakah dunia sudah terbalik?

Hal ini tentu saja membuat publik jadi berpikir lain ; Bingung, atau timbul interpretasi bahwa tidak adanya koordinasi dan komunikasi yang baik dijajaran kabinet Jokowi. Lebih dari itu, di iklim masyarakat kita, bawahan yang 'kritis' terhadap atasa di ruang publik adalah sangat tidak etis. Seolah tidak loyal. Kalau sudah begitu, untuk apa jadi pembantu presiden? Bikin keruh suasana kerja tim kabinet Jokowi.

Presiden atau siapapun yang dalam posisi sebagai atasan tentunya memilih pembantu-pembantunya (menteri) dengan maksud menterjemahkan visi kepemimpinan, membuat konsep teknis dan menjalankan kebijakan pemerintahan.

Para pembantu itu dipilih karena dianggap pintar di bidangnya dan bisa bekerja secara tim. Kalau pun si Pembantu itu punya pemikiran alternatif (kritis), sejatinya dikemukakan di ruang rapat tertutup bersama atasan (presiden atau wakil presiden), atau dengan sesama kolega menteri. Di ruang rapat silahkan saja mengeluarkan argumentasi, dan bahkan 'emosi'nya dalam rangka membuat suatu kebijakan yang matang.

Bila sudah di luar, maka tidak perlu lagi ada statement yang bikin keruh kerja tim, dan bikin tersinggung atasan. Ini bisa menciptakan preseden buruk pemerintahan yang sedang berjalan.

Sungguh tak ada guna sebagai orang dalam kabinet menjadi 'kritikus' di luar. Entah apa maksudnya, apakah ingin mendapatkan simpati sebagai pahlawan di luar? Justru image yang tercipta adalah adanya duri dalam daging.

Kalau saya jadi Jokowi, orang pintar seperti ini tidak akan saya pakai. Maaf.

 

Salam 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun