Aku berjalan di sepanjang selasar malam. Pada tepi lorongnya berderet susunan tiang rasi bintang. Kepadanyalah kuceritakan tentang siang. Dimataku, mereka bagai prajurit tangguh dan setia. Setiap pribadi punya kode sandi terjaga tentang rahasia jagat raya. Itulah sebab aku percayakan semua ceritaku.
Mereka selalu berbinar pada kisah siangku. Pernah satu dari mereka ingin mengikutiku jalani siang. Tapi kucegah  karena kuatir  membuatnya kehilangan kehormatan.
Selasar malam adalah rumah mereka dan aku hanyalah tamu nakal yang lari dari mimpi. Awalnya mereka curiga  atas kehadiranku. Tapi telah kujelaskan. Dan mereka pun memahami. Kami kamudian bersahabat, saling percaya dan  merindu.
Kenapa aku pergi lari dari  mimpi dan ke selasar malam?
Kukatakan pada aku jenuh pada siang yang tak  pernah memberiku ruang bicara. Bahkan saat dalam mimpi pun siang seringkali hadir. Walau begitu, aku tak membencinya. Aku sadar, siang telah memberi bagian terbesar miliknya untuk hidupku.
Ketahuilah, aku dan siang punya perbedaan. Aku butuh kawan bicara dan pendengar yang baik. Sementara siang tak memilikinya walau siang sangat kaya  dan rupawan.
Apakah  bertemu di selasar itu aku telah menghianati siang? Kurasa tidak!  Karena siang tak punya kuasa atas malam. Dan malam adalah milik kebebasan. Dipekatnya, galaksi tak berbatas. Â
Aku hanya seorang yang sedikit nakal. Kubawa mimpi ke selasar malam, kemudian aku keluar dari mimpi itu dan membiarkannya tetap tertidur di pojok selasar sementara aku asyik berbicara bersama deret tiang malam.
Tahukah kau?
Saat aku berbicara di tulisan ini, deret tiang malam itu ada di sampingku. Mereka mengeja setiap hurufnya sambil tersenyum dan sesekali melirik ke arah mimpi yang masih tertidur.
Inilah rahasia kami ; deret tiang selasar malam sudah berjanji padaku untuk menjaga mimpi bila aku sedang berbuat nakal!