Â
Ini bukan sulap bukan sihir. Cobalah amati secara tabah. Rasakan dan renungkan penuh riang gembira. Apa yang anda dapatkan di Kompasiana Baru?
Kini dia tampil laksana wanita cantik, berbody luhur, tinggi, ramping dan mulus. Busananya (masih) minim dan terbuka acak dibeberapa bagian. Sejumlah fitur asesorisnya belum terpasang sempurna. Kondisi itu bikin penasaran untuk dijamah.
"Dasar otak mesum !"
"Biarin !"
Harus diakui fitur body-nya pun belum peka. Entah mati rasa atau lugu. Dielus-elus tak bergerak. Ditekan-tekan diam. Dikilik-kilik tak bereaksi. Digesek-gesek malah lari entah kemana.
Gayanya jinak-jinak merpati. Disatu waktu mudah dipegang, tapi diwaktu lain jual mahal.
Herannya, itu justru bikin penisaran. Ingin terus mencoba memainkannya dengan khusuk sembari berharap timbul reaksi setiap fungsi. Kalau hari ini gagal, besok coba lagi. Toh, kegagalan hanyalah sukses yang tertunda.
Itulah sosok Kompasiana Baru, telah membuat banyak Kompasianer uring-uringan dan ngomel-ngomel karena libido mereka tak tersalurkan secara paripurna. Tak bisa membuncah lewat ragam gaya aksara dan makna di celah sempit pesona Kompasiana. Rasain Lu ! Kenapa mau jadi Kompasianer? Heuheuheu !
Sebaiknya jangan memarahi si Seksi Kompasiana Baru. Ia hadir memang untuk menggoda mentalitas Anda.
Menulis itu gampang. Berkata itu mudah. Tapi Berlaku ramah tak semudah keduanya. Kalau marah digoda, berarti belum jadi Kompasianer sejati. Inilah ujian atas sekian lama anda merangkai aksara, bertelikung wacana dan menawarkan makna. Pembuktiannya di sini, saat ini, dalam kondisi begini.