[caption caption="Ahok saat menerima buku dari Megawati | Sumber gambar: kompas.com "][/caption]
Kembali Ahok mendapat sorotan saat menghadiri peluncuran buku "Megawati dalam Catatan Wartawan, Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat” di Gedung Arsip Nasional, Rabu 23/3/2016 malam.
Sorotan itu bisa dimaknai sebagai 'bintang lapangan' dalam arti kehadirannya menarik perhatian banyak pihak baik peserta yang hadir si acara, media masa maupun publik. Bahkan Ibu Megawati yang punya hajatan acara sempat menyindir secara bercanda tentang kehadiran Ahok di acara tersebut. Kontan hal itu membuat hadirin tertawa terbahak-bahak, demikian juga Ahok tertawa sambil garuk-garuk kepala.
Sorotan tidak sampai di situ saja, ketika Megawati berkenan memberikan buku kepada 10 orang, justru Ahok yang tadinya disindir menjadi orang pertama yang menerima buku itu langsung dari Ibu Megawati disaksikan banyak hadirin dalam ruangan. Mereka adalah orang-orang penting di PDIP dan pemerintahan saat ini.
Momentum candaan dengan sindiran atau sindiran dengan candaan Ibu Megawati terhadap Ahok, selanjutnya ketika menjadi orang pertama yang menerima buku langsung dari Ibu Megawati menjadi Canon akan 'Kehadiran Ahok' di situ. Ada dua hal yang bisa jadi awal penjelasan momentum tersebut. Pertama, dari sekian banyak orang penting yang hadir, hanya Ahok yang disindir dengan candaan khusus. Kedua, seorang yang 'dipilih' untuk menerima buku itu adalah 'orang istimewa' dimata pemberi, yakni Ibu Megawati.
[caption caption="Ahok dan Ibu Megawati, sumber gambar : m.tempo.co/read/news/2016/03/23/231756416/ahok-terburu-buru-hadiri-peluncuran-buku-megawati-islah"]
Berdasarkan pejelasan tersebut akan memunculkan pertanyaan,
Siapa sebenarnya Ahok bagi PDIP khususnya Ibu Megawati?
Pertanyaan ini akan muncul bukan semata Ahok Hadir di acara tersebut, namun ada setting kejadian besar sebelumnya yakni Ketika Ahok lebih memilih jalur Independen dalam Pilgub 2017, sementara di saat yang sama dia dekat dan digadang-gadang akan diusung PDIP. Pilihan politik Ahok bukan tanpa tragedi.
Ahok diberitakan memberi batasan waktu atau ultimatum kepada PDIP sebagai parpol untuk segera mengambil sikap memilih dirinya atau tidak sebagai bakal calon gubernur DKI. Kontan saja hal itu memunculkan reaksi keras dan miring dari beragam pihak, termasuk sejumlah elit partai PDIP. Ahok dipersepsikan publik mau "mengatur" PDIP. Padahal untuk mengusung calon, PDIP punya mekanisme resmi yang memuat tahapan dan waktu. Bukan dengan cara ultimatum. "Emang siapa lu, Ahok?"
Kontradiksi Ahok dikaitkan dengan pencalonan, dan hadirnya Ahok di acara istimewa itu memunculkan beragam tafsir politis. Bukan hanya tafsir publik awam, pengamat, pesaing sesama tokoh kandidat, parpol lain, dan bisa jadi sejumlah kalangan internal PDIP itu sendiri.