Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mudik Hanya Milik Orang Kampung

10 Juli 2015   03:53 Diperbarui: 10 Juli 2015   03:53 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://campaignindonesia.com/wp-content/uploads/2014/07/ayo-mudik.jpg"][/caption]

(sumber gambar : http://campaignindonesia.com/wp-content/uploads/2014/07/ayo-mudik.jpg)

 

Ketika mendengar pertanyaan “Menjelang hari raya nanti anda mudik, ndak? Mudiknya kemana?“ Saya sempat bingung. Pertanyaan mudah itu kok bikin bingung? Dasar orang kampung !

Dulu saya memahami bahwa orang Mudik adalah orang yang kembali atau berkunjung ke kampung halamannya ; tempat dia dilahirkan, dibesarkan, bahkan mungkin sampai kawin. Disana dia masih ada keluarga besar, teman masa kecil, serta tempat-tempat penuh kenangan dimana sebagian masa hidupnya pernah dilalui. Tentu akan sangat menyenangkan bertemu lagi dengan dengan semua itu.

Kampung dibayangkan sebagai sebuah tempat yang masih alami, pemandangan alamnya indah, tidak hiruk-pikuk, fasilitas infrastrukturnya relatif terbatas. Masyarakatnya ramah dan masih saling mengenal satu sama lain. Mereka hidup dengan suatu tradisi yang khas dan kental. Pendek kata, kampung adalah tempat yang memberikan rasa damai.

Konteks ‘Mudik’ memuat beberapa hal, pertama orang yang melakukannya punya kampung halaman, dan saat ini sedang tidak berada di kampung halamannya karena berbagai sebab, misalnya karena sekolah/kuliah, bekerja dan tinggal tetap, tugas sementara, dan lain-lain. Kedua, orang itu berasal dari kampung tertentu yang pindah ke tempat lain, bisa di kota atau kampung lain. Ketiga, orang mudik aslinya adalah orang kampung ! heuheu...

Mudik hanya milik orang kampung. Itu dulu...sekarang tidak !

Ketika hari raya ‘mengharuskan’ orang untuk Mudik agar hari rayanya lebih afdol, maka ‘Mudik’ mengalami ‘pelebaran makna’. Kini orang bisa hidup dimana saja sesuai nasib dan keberuntungannya. Kata yang lebih tepatnyanya mungkin merantau. Ada orang yang berasal dari tempat yang 'benar-benar sebuah kampung' seperti gambaran awal diatas, kemudian merantau ke kota besar. Ada yang dari satu kampung ke kampung lain yang kondisinya relatif sama ‘ndeso’nya dengan tempat asalnya.

[caption caption="https://upstekno.files.wordpress.com/2015/04/mudik_2.jpg"]

[/caption]

Pelebaran 'makna Mudik’ juga berlaku untuk orang yang lahir dan besar di kota besar seperti Jakarta kemudian bekerja, mendapat jodoh, beranak pinak dan menetap di sebuah kabupaten kecil di Kalimantan. Sebagai gambaran : tempat tersebut tentunya jauh lebih 'bernuansa kampung' dibandingkan tempat asalnya kota Metropolitan Jakarta yang infrastruktur wilayahnya serba wah. Saat berhari raya dia kembali ke Jakarta untuk berkumpul dengan keluarga besar dan kerabatnya maka dia bisa dikatakan 'melakukan Mudik Hari Raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun