Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mimpi Buruk Alfred Riedl Setiap Malam

14 November 2014   05:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:51 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1415891142639645891

[caption id="attachment_353994" align="aligncenter" width="600" caption="sumber gambar : http://static.republika.co.id/uploads/images/headline/alfred-riedl-_110718182603-417.jpg"][/caption]

Berbekal para pemain hebat ternyata tak membuat Alfred Riedl nyenyak tidur menanti laga Piala AFF 2014. Ada ketakukanyang terpendam dalam dirinya, membayang dalam setiap tidur usai latihan keras petang hari.

Timnas senior sudah utuh dibentuk Opa Riedl untuk bertarung. Isinya para pemain hebat di negeri ini. Soal skill individu dan pengalaman bertanding tak lagi diragukan. Sang Dalang, Alfred Riedl sejatinya tinggal memainkan tangan cekatannya di panggung balik layar laga.

Opa Riedl bukan pengasah teknik pemain, karena mereka sudah tajam sejak dari orok pada lapangan hijau di kampung ke kampung.Opa Riedl hanya pencipta karakter bermain tim, dia tumbuhkan kolektivitas militan permainan. Inilah pangkal ketakutannya, dia melihat anak-anak asuhnya yang jago secara individu tak lagi memiliki kedua hal tersebut seperti dulu pertama dia datang dan mendalang di negeri ini. Kini, justru Vietnam lah yang memilikinya sangat masif untuk kelak melibas anak-anak asuh Opa Riedl.

Sudah beragam jurus ampuh dia turunkan kepada para pemain asuhannya, dan mereka pun telan semua itu tanpa ragu. Tapi Opa Riedl masih juga terbangun dan berkeringat dingin tengah malam.Tampak melekat di lensa matanya tim Vietnam bagai hantu yang gagah dan menyeramkan, siapmelumat anak-anak asuhnya beserta impianlama mereka.

Tatapan Opa Riedl kosong. Deru nafasnya masih menderu tak teratur, keringat belum berhenti mengucur bak bulir jagung di pelipis dan membasah rambut putihnya. Dia kemudian beranjak ke jendela, membukanya lebar-lebar dan memandang ke bintang-bintang. Tampak dia berbicara pada langit malam. Entah apa yang dia katakan. Mungkin dia berharap, mimpinya itu bukanlah sebuah rencana matang dari semesta bagi realitas anak-anak asuhnya kelak.

Tidurlah kembali Opa Riedl, masih ada harapan pada misteri bola.....

Salam sepakbola

Pembunuh Talenta Pesepakbola Nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun