Ilustrasi Artikel: Anak Sekolah di Jakarta Saat Ujicoba peluncuran kartu Jakarta Pintar. Anak-anak diedukasi tentang apa dan bagaimana kegunaan mesin ATM/Kompas Print  Â
"ATM itu bukan pabrik uang, Nak... Uang yang ada di dalam kotak ATM bukan semuanya milik papa atau mama. Itu adalah uang yang ditabung di bank, kemudian boleh diambil seperlunya lewat ATM. Bila uang yang ditabung di bank tadi habis, maka kita tak lagi bisa mengambil uang di ATM"
Memiliki Kartu ATM banyak memberi kemudahan bagi kita dalam bertransaksi atau bila tiba-tiba memerlukan uang tunai. Banyak gerai ATM tersebar pusat-pusat perbelanjaan, ruko, kantor dan bahkan di tepi jalan sehingga kemanapun kita beraktivitas dapat dengan mudah menjangkaunya saat mendesak perlu dana tunai. Atau contoh lain saat belanja di mall atau supermarket besar, dengan belanjaan satu troly kita cukup menyodorkan Kartu Debit. Maka tuntaslah semua urusan pembayaran.
Tentu saja dengan catatan, jumlah dana tabungan kita di bank tersebut mencukupi untuk diambil maka semua akan lancar-lancar saja.
Kebiasaan yang Sering Terlihat
Seringkali kita lihat seorang masuk Box atau gerai ATM diikuti anaknya yang masih kecil seusia anak SD. Mereka tampak ceria di ATM. Bahkan tak jarang, sang anak dengan takjub memandang mesin ATM itu sambil 'berbagi tugas' dengan orang tuanya. Si Anak yang mencabut ATM bila selesai, sedangkan si Orang Tua yang mengambil uang yang keluar dari mesin ATM. Atau sebaliknya. Saya pun pernah beberapa kali melakukannya tanpa berpretensi apa-apa. Senang lihat anak ceria melihat kerja mesin ATM.
Namun suatu kali ada kejadian 'mengejutkan' yang membuat saya tersadar. Ternyata selama ini saya lalai memberi pengertian tentang ATM kepada anak saya.
Suatu ketika anak saya yang (saat itu) masih kelas 3 SD merengek-rengek minta dibelikan mainan ketika kami sekeluarga jalan-jalan di Mall. Saat itu permintaannya tidak saya turuti karena mainan sejenis sudah dimilikinya. Selain itu harganya relatif mahal. Hal itu saya sampaikan kepadanya. Saya pun menambahkan bahwa 'papa tidak punya uang' untuk membelinya.
Saya pun berprinsip ; tidak semua permintaan anak harus dituruti.
Tapi kemudian saya dikagetkan dengan ucapannya ; " Kan mudah, Pa...Tinggal ambil di ATM atau gesek kartu Papa di situ...". Tangannya menunjuk ke arah kasir yang tak jauh dari kami berdiri.
Waduuh !! Saya pikir ini ada yang tak beres dengan pemahamannya. Ada yang salah disini, tentunya saya selaku orang tua lah yang salah. Kemudian saya bujuk dia untuk cari tempat makan saja ke suatu tempat makan francise yang jadi favoritnya, sembari menunggu istri dan anak tertua saya yang sedang belanja keperluan rumah tangga di hypermart.