Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Makin Hari Televisi Nasional Makin Kesurupan dan Kalap

29 Mei 2014   17:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:59 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14013340471169108994

[caption id="attachment_326292" align="aligncenter" width="558" caption="gambar : http://lh4.ggpht.com/-oAq3O5ekLHU/UKNCRuyKxBI/"][/caption]

Makin mendekati perhelatan Pilpres, berita politik di televisi nasional makin tak senonoh dan sangat jorok. Televisi seperti makin kesurupan dan kalap mengangkat kelebihan dan kekurangan lawan politik. Mereka tidak lagi kumpulan orang-orang profesional di posisi netral dalam masyarakat. Mentang-mentang juragan besar televisi itu menjadi pendukung salah satu calon, maka secara gagah berani awak medianya ikut rombongan sirkus politik sang juragan besar. Ada yang akrobatik, ada yang menari seolah-olah indah, ada yang membuat kelucuan-kelucuan slapstik politik, dan yang lebih banyak lagi kesurupan politik.

Masyarakat pemirsa televisi seperti dipaksa menyaksikan pertunjukan yang tidak ingin mereka saksikan. Walau ada pilihan untuk tidak melihat, namun karena sejak awal hidup mereka tak bisa lepas dari televisi, maka pertunjukan politik dengan berbagai kemasan pun mereka saksikan. Awalnya berupa informasi yang dibutuhkan, namun semakin hari antara informasi dan pertunjukan sirkus politik juragan televisi menjadi tak ada bedanya.

Paling repot adalah menjawab pertanyaan dan keherananan anak-anak berusia tanggung. Di satu sisi butuh informasi dan pengetahuan yang benar, namun di sisi lain dia mendapatkan informasi yang ambigu tentang tokoh yang tadinya bisa jadi panutan mereka. Padahal kalau mau ditilik secara positif, kedua capres adalah orang-orang unggul yang bisa menjadi inspirasi anak-anak.

“Pa, calon presiden kita yang ini kok dikatai begitu ya, pa?”

“Ma, benar ya capres ini orangnya begini-begitu dibanding capres yang itu?”

“Pa, kok capres yang adek suka kayaknya dikatai jelek banget, ndak seperti yang diberitakan tivi anu?Memangnya mereka berdua berantem ya, pa?

“Pa, yang bener pak capres ini bagaimana, sih?

Pertanyaan anak-anak adalah pertanyaan sederhana. Namun di balik itu memuat kompleksitas yang tak mudah untuk menjelaskannya. Butuh strategi dan kecerdasan khusus dari orang tua agar mereka tidak menjadi pembenci sesama manusia yang berbeda, apalagi menyangkut tokoh besar negeri ini yang secara positif masing-masing punya keunggulan yang bisa jadi pembelajaran dan inspirasi anak-anak.

Beruntunglah orang tua pinter dan berwawasan yang bisa mengarahkan dan menjawab semua pertanyaan anak-anak itu dengan bijak dan cerdas. Tapi kalau tidak? Apakah anak-anak itu akan menelan sendiri pertanyaannya? Lebih celaka lagi bila hal itu ditambah hujaman informasi keliru dari lingkungan teman-teman sekolah dan bermainnya yang orang tuanya tidak paham politik. Bagaimana jadinya kelak mentalitas si anak?

Ketika televisi nasional kita makin kesurupan dan kalap, bangunan kekaguman dan teladan para tokohpolitik dan capres menjadi runtuh di mata anak-anak. Reruntuhan itu, sangat riskan melukai langkah perjalanan mereka membangun kecerdasan dan pengetahuan yang positif.

Ke depan perlu ada aturan main yang jelas bagi media televisi dalam dinamika politik dan demokrasi di negeri ini terutama saat-saat penjelang pemilu presiden. Karena kalau tidak, kita akan mendapatkan tunas-tunas bangsa yang memiliki bangunan pemahaman politik yang rapuh sejak dini. Dan itu, akan menjadi bahaya laten yang tak pernah selesai untuk mendewasakan demokrasi kita, sampai kapan pun itu!

Salam perdamaian

Pebe, Bandung29052014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun