[caption caption="sumber gambar ; http://www.harapanrakyat.com/wp-content/uploads/2015/08/.jpg"][/caption]
Kepadaku dipampangkan faktual. Tentang jejak pencuri terbesar babat tanah negeri.
Semua membelalakkan mata. Membuat kenyang para pembaca lapar. Memuaskan hasrat kaum pemilik kebenaran.
Sejatinya sikapku sudah final ketika menjadi pengecut yang bersembunyi di bawah meja. Tak ada ampun pada kebohongan, kecurangan  dan pembodohan diri.
Tapi kini, bukan itu yang membuatku turut terbelalak.
Aku terbelalak oleh mata para pembelalak. Olehnya terpampang seorang anak kecil. Ooh bukan segitu....Ternyata ada 5 kanak-kanak usia tanggung. Penuh pesona masa depan. Mungkin dosanya masih seujung kuku tangan busuk realitas ayahnya.
Aku terbelalak. Anak kecil itu dibunuh berjuta mata belalak. Berpestalah  mereka. Bernyanyi-nyanyi. Menari-nari di lingkaran. Berpegangan tangan. Dibawah sinar matahari. Dibawah temaram rembulan. Dan bahkan hingga gelap pekat malam. Gila ! Tanpa jeda. Sinting ! Bagiku terlihat sangat kejam !
Aku teringat PKI diberangus Orde Baru. Anak cucunya dibunuh sebelum mereka hidup. Raga mereka diperolok-olok tanpa dilihat. Jiwa disiksa tanpa ditangkap. Hidup mereka ditangkar dibalik kitab suci yang terinjak dendam.
Waktu itu dunia literasi adalah milik penguasa. Tanpa gelombang sinyal tenaga maya.
Dibentuknya sejarah. Sekehendak kebenaran mereka. Dikibarkannya perang dan kebencian tak berkesudahan pada benak lugu kanak-kanak bangsa. Dan sialnya, aku berada di deret itu. Dibawah kibar munafik merah putih dan kebak imajiner burung garuda.
Tapi apa lacur ?