Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Mendukung Palestina atau Teroris Hamas?

16 Juli 2014   03:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:12 1665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_333815" align="aligncenter" width="700" caption="http://www.dw.de/image/0,,17776629_303,00.jpg"][/caption]

Sungguh tak henti hiruk pikuk negeri kita. Konflik Palestina muncul (lagi) saat negeri kita masih panas soal perhitungan suara pilpres. Sontak sebagian energi media dan masyarakat terpecah, ada yang tetap setia memantau atau ‘menjalankan’ kisruh pilpres, dan sebagian lagiberpaling ke Palestina.Media masa khususnya TV One tak mau kalah,dengan tergesa-gesa banting stir dan fokus mengarahkan tayangannya ke Palestina. Padahal belum usai krisis kepercayaan sebagian masyarakat terhadap tayangannya pada perhitungan suara. Pemberitaan tentang Palestina pun mereka hadirkan secara konstan dan masif, mirip ketika mengusung Prabowo sebagai capres sembari membully Jokowi.

Semoga pemberitaan mereka tidak mengaburkan permasalahan Palestina yang sesungguhnya. Dan masyarakat kita bisa memahaminya secara jernih dan menjadikan ini pelajaran dalam konteks bernegara.

Membaca Palestina sesungguhnya kita dibawa pada persoalan yang tak sederhana. Faktor sejarah, budaya, sosial dan politik yang panjangsaling bertautan didalam rumitnya persoalan tersebut.

Berita Palestina oleh sebagian masyarakat dipandang sangat sensitif sekaligus seksi dimata media karena ada campuran politik, agama dan tragedi kemanusiaan. Konflik ini menghadirkan emosi sekaligus keingintahuan masyarakat secara terus-menerus. Ada rasa solidaritas agama, dan soal kemanusiaan yang berjalan secara tersendiri maupun campuran keduanya.

[caption id="attachment_333818" align="aligncenter" width="640" caption="http://images.solopos.com/2012/11/anak-gaza.jpg"]

14054302101779269042
14054302101779269042
[/caption]

Gelombang reaksi masyarakat negeri kita pun beragam sesuai lingkup pemahamannya terhadap isu konflik ini. Sebagian tokoh mengatakan Palestina bukan masalah agama tapi murni politik.  Bahkan hal itu dinyatakan oleh dutabesar Palestina di beberapa media. Sebagian lagi kelompok masyarakat melihatnya sebagai isu agama, maka bentuk reaksi pun cenderung pembelaan agama. Didalam negeri kita sendiri ada perbedaan sikap antara negara dengan kelompok-kelompok masyarakat. Ini menjadi unik di alam demokrasi kita.

Bila melihat peta masalah nyatanya di internal Palestina sendiri terbagi dua kekuatan yang berkuasa, yakni faksi Fatah dan Hamas. Masing-masing menguasai wilayah yang berbeda secara teritori dan tingkat kemakmuran. Fatah di jalur barat (West Bank) rakyatnya lebih makmur, sedangkan Hamas di jalur Gaza (Gaza Strip) rakyatnya kurang makmur. Keduanya tidak pernah akur karena memiliki gaya perjuangan yang berbeda untuk kemerdekaan Palestina. Bahkan pernah terlibat perang saudara memperebutkan kekuasaan di dalam negeri Palestina sendiri.

Gaya Fatahyang lembut lebih mengutamakan perundingan berbeda dengan Hamas yang mengutamakan aksi kekerasan dalam kegiatannya, khususnya menghadapi zionis Israel. Oleh sebagian kalangan khususnya negara barat, faksi Hamas ini dikategorikan kelompok teroris.

Adanya dualisme penguasa dan perbedaan gaya di internal Palestina itu  jadi persolan tersendiri yang menyulitkan mereka berjuang di forum internasional dan upaya meraih simpati yang lebih masif dari negara lain. Bagaimana bisa menarik dukungan bila mereka sendiri tidak bersatu? Kelompok mana yang harus diikuti bila masing-masing saling klaim berkuasa?

Konflik Palestina-Israel kali ini yang lebih berperan adalah kelompok garis keras Hamas. Seolah perang itu adalah antara Hamas dengan Israel. Sementara kelompok Fatah berkesan tidak terlalu mau ikut campur (?). Secara (kebetulan) zona perang pun bukan di wilayah kekuasaan Fatah, tapi di jalur Gaza yang merupakan wilayah Hamas.

Pada situasi ini, ketika ada kelompok besar bersaudara sebangsa saja tak terlalu perduli pada penderitaan saudaranya di wilayah lain, lalu bagaimana luar negeri bisa bersikap politik? Bagaimana dengan Indonesia?

Ketika Indonesia memberi dukungan moril dan materil, itu merupakan tuntutan undang-undang dasar, politik luar negeri yang bebas aktif, serta adanya sejarah hubungan Palestina dan Indonesia sejak jaman presiden Soekarno. Sebagai sebuah negara tentunya Indonesia melihat persoalan di Gaza sebagai persoalan negara, bukan semata kelompok Hamas (yang dicap teroris)  melawan Israel walau secara ‘de facto’ hal itulah yang terjadi.

Sikap politik negara terhadap negara itu dipandang sebagai bentuk aman dan normatif. Untuk urusan dua faksi yang berbeda di internal Palestina yang sejatinya masih bersaudara, kita hanya bisa berdoa dari jauh saja.

Konflik besar Hamas dan Israel yang mengorbankan rakyat sipil tak berdosa bagaimanapun harus ditentang, dan dicarikan solusi damainya. Walau itu tak semudah membalik telapak tangan karena luka terlanjur tertoreh, darah sudah muncrat dan jiwa-jiwa melayang menyisakan dendam diatas dendam yang tak berkesudahan.

Kita berharap, berjalannya waktu dan makin majunya pemikiran manusia akan ada solusi cerdas bagi perdamaian di sana.

Satu lagi, jangan sampai hal serupa terjadi di negara kita. Pertentangn antar kelompok yang masih satu bangsa karena memperebutkan kekuasaan akan sulit didamaikan. Mengharapkan luar negeri membantu, tentu pekerjaan tersendiri yang tak mudah karena mereka tentu bingung dan biasanya lebih memilih sikap normatif saja. Selain itu sebagian dari mereka bisa jadi mengharapkan perpecahan di negara kita karena punya kepentingan tersembunyi yang tak pernah kita sadari. Disinilah kecerdasan melihat persoalan perlu kita bangun sejak awal.

Salam perdamaian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun