Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hok...Ahok! Demi Kau dan Si Buah Hati Terpaksa Aku Harus Begini...

11 Maret 2016   08:14 Diperbarui: 11 Maret 2016   09:18 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi, sumber gambar : .i.aliimg.com/wsphoto/v0/1938619348/Los-saltimbanquis-font-b-sketch-b-font-font-b-Pablo-b-font-font-b-Picasso-b.jpg"][/caption]

Entah mengapa, sudah hampir sebulan ini perempuan itu gelisah. Bolak-balik dia di dalam ruang itu. Sesekali tatapannya mengarah ke luar jendela. Seolah mencari jawaban kegundahan. Tapi tentu saja tak pernah ketemu.

“Apa salahku?”
“Kenapa aku dibawa kepusaran masalah yang tak pernah aku pahami”

Selalu pertanyaan itu muncul dibenaknya. Ujung-ujungnya hanya meninggalkan sakit yang tak terkira di ulu hati.

Perempuan itu heran dengan orang-orang yang tak henti menghakimi dirinya, sementara mereka sendiri tak beda dengan dirinya.

“Apakah mereka tak pernah berkaca?”
“Entah dari apa mereka diciptakan, apakah bukan dari tanah dan kemudian mati menjadi abu?”

Kadang ingin dia hadapi mereka secara langsung, dan mengatakan dengan lantang lantang tentang semua itu. Tapi tentu percuma saja, karena ini bukan soal telinga atau mata, tapi soal hati yang sudah menghitam seperti jelaga. Kalau sudah begitu, tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali membiarkan mereka menemukan takdirnya kelak. Ini hanya masalah waktu.

Kembali perempuan itu layangkan tatapannya ke luar jendela kaca. Pada halaman itu, masih hal yang sama dilihatnya. Sosok lelaki yang berpeluh itu terus bekerja bersama orang-orang yang dikasihinya. Bagi lelaki itu, mereka adalah Buah Hatinya. Dia bagai tak memperdulikan dirinya di ruang ini yang menahan sakit.

Sesekali lelaki itu memang menatap perempuan itu, tapi kemudian melengos. Tanpa bersuara sepatah katapun! Dia terus bekerja dan bekerja. Baginya orang banyak itu lebih penting dari dirinya sendiri. Bagi lelaki itu masa depan bersama Buah hatinya itu lebih dari segalanya.

[caption caption="Ilustrasi, sumber gambar : media.viva.co.id/thumbs2/2011/07/07/115548_sketsa-pensil-picasso-yang-hilang-_663_498.JPG"]

[/caption]

Kembali perempuan itu memperhatikan satu persatu orang-orang bersama lelaki itu, sungguh berbeda ! Mereka tampak penuh semangat. Beragam warna baju, kulit dan rambut mereka tak menjadi pembeda di kegiatan kerja mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun