Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hilangnya Peran Suci "Move on" di Entitas Politik

27 April 2017   08:07 Diperbarui: 28 April 2017   10:00 2008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ; http://www.gulalives.co/wp-content/uploads/2016/06/move-on.png"][/caption]

Dasar belum move on, lu!
Ayo, bro...move on dong...

---- 

Istilah 'move on' kini bukan domain kalangan kaum muda saja, namun telah jadi milik segala kalangan. Semua hal yang terjadi bisa dimasuki istilah 'move on'. Tinggal bagaimana mengemasnya sesuai konteks dan maksud penggunaannya.

Dalam dunia Pop Culture istilah 'mode on' menjadi sebuah trend tersendiri. Awal penggunaannya lebih populer di kalangan muda-ABG terkait hubungan percintaan. Ketika sepasang kekasih mengalami 'putus cinta' menyebabkan kedua pihak tersakiti. Para teman masing-masing memberi semangat dengan ragam kalimat yang mencantumkan kata "move-on". Hidup mesti terus berjalan, terlalu larut dalam kenangan pada sang mantan hanya buang energi. Hidup ini indah dan luas untuk diisi secara positif daripada hanya meratapi kegagalan cinta dan bla...bla..bla....Dalam konteks kegagalan cinta, 'move on' berada di posisi kedua belah pihak, baik si cowok maupun si cewek. Di sini 'move on' berperan secara adil.

[caption caption="Sumber gambar : https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQZV-on8ljdKGQghSWOJLdA-yBeNovxEoP5t86Imfk0ke9vYDIq"]

[/caption]

Perkembangan bahasa (istilah) kemudian membawa 'move on' pada 'kancah' politik. Bagi publik awam pertarungan politik menghasilkan si 'menang' dan si 'kalah'. Ekspansi usaha 'move on' kemudian merambah pada para pendukung politik yang notabene adalah masyarakat umum itu sendiri. Pada segmen masyarakat tersebut istilah ‘move on’ jadi produk cultural pop yang laku khususnya di media sosial. Siapa konsumennya? Ya masyarakat (netizen) itu sendiri.

Bagaimana 'pangsa pasar move on' di kalangan elit politik? Disini masih samar. Umumnya mereka punya sikap dan agenda tersendiri soal 'menang dan kalah' yang beda dengan yang terjadi di tingkat arus bawah politik. Politik tingkat tinggi (elit) tak menarik garis tegas pada 'menang-kalah' dari lawan politiknya.

Agenda para elit mampu membuat mereka bersikap tertentu yang seringkali menyatukan menang-kalah dalam ruang kompromi politik; "Kau dapat ini, Aku dapat itu. Tak masalah kau dinyatakan sebagai pemenang. Ouukeh?" Sementara disisi lain mereka 'mendukung' terciptanya perseteruan kelompok masyarakat pendukungnya (netizen) di dunia maya untuk mempertahankan eksitensi dan lobby politis Tposisi tawar) di tataran elit yang nyata.

[caption caption="sumber gambar : https://psi.id/beta/wp-content/uploads/2015/09/diskxcursus.jpg"]

[/caption]

Penyematan 'Gagal Move On, Cara Patahkan Kritik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun