[caption id="attachment_323316" align="aligncenter" width="550" caption="Duet Jokowi-Ahok, keduanya seperti air dan api yang tidak saling memusnah. Air tidak memadamkan api sama sekali, sedangkan api yang besar tidak menguapkan air sama sekali. Sumber gambar : youtube.com, screen shoot acara Mata Najwa "][/caption]
Tampilnya duet pemimpin fenomenal Jokowi-Ahok pada cara Mata Najwa di Metro TV, Sabtu 10/05/2014 malam sangat berkesan. Mereka berdua berbicara dengan bahasa sederhana dan blak-blakkan tentang cara melihat persoalan tugas-tugas dan relasi personal keduanya dengan gaya berbeda. Namun di ke-berbeda-an gaya itu justu menjadi suatu kekuatan besar keduanya dalam menghadapi tantangan tugas yang diemban.
Kedua tamu khusus Najwa Shihab itu memberi banyak pelajaran dan perenungan tentang relasi kerja dua manusia politik, pemimpin rakyat, dan sebagai pribadi yang unggul. Keduanya seperti air dan api yang tidak saling memusnah. Air tidak memadamkan api sama sekali, sedangkan api yang besar tidak menguapkan air sama sekali.
Ibarat masakan, justru keduanya menjadi ramuan matang, hidangan lezat yang menyehatkan. Ada kandungan gizi sangat cukup dan aspek higienisitas masakan.Setiap orang bisa mengambil dan menikmatinya untuk kebutuhan masing-masing setting tubuhdalam membuat karya dan menjadi pribadi manusia karya itu sendiri.
Menghadirkan Jokowi-Ahok dalam satu meja sidang ujian Najwa sungguh langka.Bagi sebagian orang, acara itu seperti sebuah paksaan untuk telanjang diri. Dan tak semua tokoh mampu secara elegan menghadapinya.
Pertanyaan yang dilakukan Najwa selalu tajam menguliti mereka berdua sampai ke ranah privat, seolah mewakili sejuta kata tanya dari rakyat Indonesia tentang duet Jokowi-Ahok.Dari situlah bisa terungkap, bagaimana keduanya berelasi, berinteraksi, danberekspresi sebagai seorang pemimpin dan manusia unggul.Ketelanjangan keduanya di depan Najwa dan berjuta rakyat Indonesia yang menyaksikannya memaksa kita untuk melihat diri sendiri saat berelasi dan berinteraksi dengan sesama manusia dan mitra kerja dengan setiap setting diri yang beragam.
Kedua tokoh itu dengan elegan menjawab sejuta tanya dan segala keraguan publik tentang diri mereka sebagai pribadi, sebagai milik publik, dan sebagai milik kelompok (partai) untuk bekerja sama dalam menjalani tugas berat, baik teknis dan no-teknis.
Jokowi yang lebih tenang sedangkan Ahok yang meledak-ledak dan doyan marah-marah dalam tugas merupakan kekuatiran tersendiri. Konspirasi yang berkembang,keduanya tidak akan cocok, perang diam-diam ; saling berebut pengaruh citra dalam publik dan berbeda cara mensikapi lingkungan kerja birokrasi.
“Biarpun saya suka marah-marah, semua hal saya komunikasikan kepada boss saya (Jokowi)” kata Ahok.Sementara kata Jokowi : “Kalau ada masalah yang perlu dibentak-bentak saya bawa wakil saya untuk menyelesaikannya”.Disini adanya kesadaran pribadi Ahok bahwa Jokowi-lah atasannya, sebaliknya pemahaman Jokowi akan energi besar Ahok itu menjadi kunci utama hubungan personal keduanya.
Kekuatiran rakyat selama ini melihat bahwa Jokowi-Ahok dipengaruhi kuasa partai masing-masing, apalagi saat ini sedang bersaing ketat meraih kursi presiden. Kedua partai berseteru hebat dalam Pileg lalu dan Pilpres nanti. Bahkan ada catatan lain, boss Ahok yakni Prabowo pernah patah hati ditinggal Megawati pada kesepakatan politik kedua pihak dahulu.Sementara di sisi lain totalitas kesetiaan Jokowi pada partai begitu besar. Konstelasi setting kelompok Jokowi-Ahok inilah yang menghadirkan banyak konspirasi publik akan kemampuan mereka berdua bekerja sama.
Sebagai milik publik, mereka tetap hadir dengan gaya masing-masing untuk satu visi dalam menghadapi persoalan-persoalan teknis dan non-teknis pemerintahan.Masing-masing tak bermaksud bersaing merebut simpati publik dengan meniadakan pasangan kerjanya. Karena bagi mereka berdua, keterbukaan dan komunikasi terus berjalan. “ Tiap pagi kita duduk berdua, kadang kalau makan siang sering justru di ruang wakil saya ini”, kata Jokowi. Ahok pun menimpali dengan humor ; “ Iya, tempat saya lebih enak makananya, tempat beliau nasi kotak aja”.
Kitapun menjadi enak menikmati pelajaran ketua tokoh ini. Bahwa keberbedaaan setting pribadi dan non-pribadi tak mesti menjadi persoalan dalam bekerja-sama. Untuk semua itu, modalnya adalah menjadi pribadi yang unggul.Dan untuk memiliki modal ini nampaknya sederhana tapi sangatlah tidak gampang !
Salam pribadi unggul
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H