Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Balas Pantun Gunawan vs Muhammad Armand Semoga Cepat Selesai

2 Januari 2015   07:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420132013577453425

[caption id="attachment_362716" align="aligncenter" width="400" caption="gambar : http://2.bp.blogspot.com/-ewa97YJKd-w/Uye8vWFFUdI/cinta+damai.jpg"][/caption]


Cukup bikin kaget ! Hari pertama tahun 2015 muncul adegan 'Berbalas Pantun' Kompasianer Gunawan dan Muhammad Armand. Keduanya adalah penulis Kompasiana yang handal di mata saya. Balas pantun itu adalah 'perang artikel' tentang 'humor pesawat terbang'.


Tadinya saya ingin bermain lucu-lucuan Satire ala saya di adegan berbalas pantun mereka seperti yang saya lakukan pada balas pantun Kompasianer Gatot Swandito VS Erwin Alwazir. Tujuannya untuk merekatkan keduanya. Tapi semua itu saya urungkan karena situasinya tidak tepat, baik timing (momentum), space (ruang) dan place (tempat). Jadi saya pilih jalur normal ; formal dan serius.


Kenapa tidak tepat?

Karena suasana batin sebagian besar pembaca Kompasiana dan masyarakat luas sedang bermuram, terlebih tema besar 'berbalas pantun' Gunawan-Armand sangat sensitif milik masyarakat banyak, bukan hanya masalah milik kedua Kompasianer tersebut. Tentu ini berbeda sekali dengan kasus Gatot-Erwin terdahulu.


Inilah bedanya balas pantun nyata dengan maya.


Pada situasi nyata, artikulasi dan bahasa tubuh bisa langsung dibaca dan bersifat terbatas dalam ruang nyata. Selain itu ada 'moderator' yang bisa meredam 'emosi' sebelum berlanjut lebih jauh yang bikin suasana menjadi tidak kondusif.


Pada dunia maya dalam hal ini dunia menulis, setiap pihak adalah raja yang otonom bagi setiap aksara yang ingin dan susun untuk berbalas pantun. Mereka berkuasa penuh terhadap aksara milik mereka. Masing-masing punya dasar argumentasi pembenaran yang bisa dikemas indah dan valid. Terlebih, diktum intelektual 'tulisan dibalas tulisan' menjadi ideologi yang dipahami bersama yang memungkinkan ruang berbalas pantun menjadi tanpa batas dan go public singgah kemana-mana. Bisa makin sengit dan runyam.


Sebagai Raja keduanya berkuasa penuh gagah berani menampilkan diri berbalut kata dan kalimat. Sementara pembaca adalah penikmat dengan beragam interpretasi. Secara numeritikal, amunisi deret kata dan talian kalimat keduanya tak akan habis. Namun hal tersebut justru akan makin menjauhkan keduanya dari hubungan bilateral sebagai sesama raja di Kompasiana. Hubungan yang sejatinya memberi rasa damai dan saling menguntungkan, bukan hanya bagi keduanya pihak tapi juga bagi raja-raja aksara lain yang menghuni Jagad Kompasiana.


Untuk itu ada baiknya kedua raja ini melakukan hal sebagai berikut :

Pertama, hentikan sementara 'berbalas pantun' di ranah publik Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun