Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Ingin Memeluk Hangat Adhieyasa

16 Desember 2015   00:53 Diperbarui: 16 Desember 2015   01:06 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ9YlzDiv8xdOFtL9WFGtfdMnoxM04pgDLEo_ChsX2mLDKIEn0NVw"][/caption]
Tahukah kau, Adhieyasa ?

Sendi kakiku bergetar saat kau tiba-tiba menggelegar di keramaian maya Kompasiana. Bibirku pucat pasi penuh ketakutan melihat bara nyalang mu. Ingin aku berlari ke kolong meja, mencari tempat menangis. Sialnya, sejak dulu aku tak pernah mampu memburai air mata. Kalau saja berhamburan , mungkin bisa mengurangi rasa takutku.

Saat hantaman demi hantaman kau lesakkan di seantero ruang kita. Kau bagai singa yang terluka. Tak pernah kulihat kau semarah itu, kawan.

Kututup muka ku dengan sepuluh jari ringkihku. Karena takutku tak henti menerpa. Lututku pun bagai ranting kering diterpa badai, berderik-derik menunggu patah.

[caption caption="sumber gambar : Dok. Pribadi"]

[/caption]

Tahu kah kau, sobat ?

Saat itu aku baru datang. Penuh ceria dari pesta runtuhnya langit. Dan kudapatkan satu bintang liar yang jatuh. Bagai tak bertuan, bergulir tepat digenggamanku.

Tadinya ingin kuceritakan semua itu. Agar kau pun merasakan yang aku dapatkan. Tapi mulutku terkunci, saat kau menggebrak pintu-pintu di ruang kita.

Bintang di genggamanku meleleh. Oleh keringat ketakutanku. Hilang semua. Bahkan rentetan kata yang telah kususun sebagai cerita berbagi untukmu sirna ditelan deru panikku.

Biarlah bintang tergenggamku itu meleleh atau menyublim di tengah amarahmu. Biarkan ia menjadi molekul-moleku udara. Tertiup angin entah kemana. Aku tak perduli.

Kini di kepenuhan rasa takutku yang sangat. Ku ingin menggapai tanganmu, Adhieyasa. Menjabatnya dengan erat. Berharap bisa meruntuhkan ketakutanku. Mendengar kembali tawa yang dulu kita bangun bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun