Sampai menit ke 89, Manchester City masing uanggul 1 ; 0 atas Real Madrid. Itu artinya, Machester City sudah unggul agregat 2 gol.Â
Satu menit lagi pesta bisa dimulai. Tapi itu tidak terjadi karena menit ke 90 sampai ke 95 drama horor dan sedih menguasai arena. Pesta pun batal.
Orang paling hancur hatinya saat itu adalah Pep Guardiola. Serpihan hati itu membuat jiwanya sakit. Menderita sampai kini.
Pep Guardiola sudah enam kali gagal saat di babak semifinal Liga Champion. Dua kali saat melatih barcelona. Tiga kali saat melatih Bayern Munich, dan sekali di Manchester City.
Pep bukan hanya kalah jumlah gol di Santiago Barnebeu, melainkan "dipersekusi" Real Madrid secara banal. Santiago Bernebeu dipenuhi magis, yang jauh diluar kuasa teknisnya. Disisi lain, Real Madrid itu bukan mahluk baru, jauh hari sudah jadi hantu baginya saat masih di Spanyol.
Tak ada hiburan yang bisa mengalihkan rasa sakit itu. Tak ada orang yang bisa meringankan penderitaannya.Â
Unggul 4-3 di leg I, Manhester City justru kalah 1-3 di leg II sehingga kalah agregat 5-6. Â The Citizens, julukan Manchester City akhirnya gagal ke final.
Orang bisa saja menyalahkan Pep Guadiola. Kenapa Kyle Walker  winger back tangguh ditarik keluar? Kenapa formasi tim diubah saat masih unggul di penghujung waktu? Bukankah pertandingan belum usai? Kenapa Pep begini, kenapa begitu.Â
Masih banyak lagi kesalahan Pep Guardiola bisa diluncurkan. Kalau masih mau. Kalau itu bisa membalikkan keadaan.
Mereka lupa bahwa pada leg pertama sudah dibawakan kemenangan hebat, sampai menit ke 89 di leg kedua. Kemenangan yang walau masih berupa draft sudah mereka rasakan, namun mampu membuat bahagia para netizens dan segala turunannya.