Soal yang satu ini, Shin Tae-yong memang tak ada matinya. Seperti nabi Nuh, tak segan "menyembelih" anak kandung yang disayangnya.
Pelatih asal Korea Selatan itu menampakan sosok yang berdarah dingin. Patuh pada pikiran mekanistik. Lurus. Dia tak perduli kata orang, karena ini modalnya untuk meyakinkan publik atas kemampuannya.
Shin Tae-yong tak malu untuk terus menunjukkan taringnya, dicoretnya pemain Timnas yang semula dipilih sendiri karena indisipliner. Osvaldo Haay dan Rifad Marasabessy terkena taring itu. Tak perduli betapa hebatnya mereka berdua di lapangan hijau. Nasibnya tak beda dengan 7 pemain Timnas terdahulu.
Mental para pemain lainnya di Timnas Indonesia tentu goncang. Mereka kuatir, takut dan jadi tidak enjoy dalam bermain bola. Mereka tak lagi jadi si pemilik talenta dalam berkreasi di lapangan, tetapi menjadi mesin yang dingin di pabrik yang hiruk pikuk oleh suara-suara deru mesin.
Taiwan berada diperingkat 151 FIFA yang relatif jauh lebih baik dari Timnas Indonesia di peringkat 171. Ini kuantitatif, seperti hitungan mesin.Â
Taiwan bukanlah gudang pemain bola bertalenta seperti Indonesia. Taiwan seperti mesin industri yang hidup berdasarkan perintah tombol dan program. Kekuatan ada pada energi bahan bakar, bukan pada talenta.Â
Indonesia penuh talenta, bermain dengan rasa. Tapi oleh Shin Tae-yong dijadikan mesin. Talenta diletakkan entah pada urutan kesekian di belakang. Mesin ini ini untuk dipacu keras walau baru dibentuk.
Timnas Taiwan sudah lama jadi mesin. Taiwan teruji, walau di situasi sulit saat ini. Hanya berbekal 18 pemain, dan hanya dipandu asisten pelatih. Namun tak mengurangi daya pacu mesin mereka. Hal terpenting adalah perintah tombol dan program.Â
Sementara mesin Timnas Indonesia masih baru. Daya pacunya belum teruji. Indonesia juga dalam situasi sulit. Persiapan uji emisi dan daya pacu hampir tidak ada.Â
Disisi lain, Shin Tae-yong terus mengeluarkan taringnya. Taring bengkok. Melukai rasa anak-anak asuhnya, yang tadinya dipenuhi talenta.Â
Mesin Taiwan ketemu mesin Timnas Indonesia dalam lintasan adu pacu prakualifikasi Piala Asia. Keduanya adu daya tahan dan produksi. Tapi mesin Timnas Indonesia masih baru, banyak sambungan komponen mesin belum kuat. Material komponen pun belum standar.
Mesin Timnas Indonesia bergetar dan riuh. Suaranya menyakitkan telinga. Mereka kalah terhadap mesin Taiwan. Dunia menyaksikan itu, sambil menyayangkan banyak hal, khususnya talenta yang bagai mati selama adu pacu.Â