Kecewa merupakan sebagian tanda cinta. Dengan kekecewaan maka cinta tidak menjadi buta. Sebaliknya, cinta selalu memberikan konsesi pada kekecewaan.
(AlPepeb)
Sebagian Kompasianer diduga kuat pernah kecewa pada  Kompasiana, sekecil apapun kekecewaan itu. Bohong kalau tidak pernah kecewa. Ingat, ada adigium "Kalau tak pernah kecewa, berarti tak pernah merasakan cinta".
Menurut hukum kecewa pasal 2222 juncto peraturan Kompasiana pasal 3 ayat 1, "Kekecewaan adalah hak segala bangsa, khususnya insan Kompasianer yang berkenan pada kekecewaan terhadap Kompasiana".
Dalam aturan penjelasannya, hukum itu secara tersirat dan tersurat menyatakan secara jelas  bahwa Kompasianer sebagai insan yang lemah, maka sebuah kekecewaan merupakan keniscayaan berkompasiana.Â
Dalam berkompasiana sangat disarankan untuk pernah kecewa dan bisa menikmati kekecewaan itu secara paripurna agar terselenggara kekecewaan secara benar, tepat, dan berhasilguna pada kecintaan berkompasiana.
Jangankan Kompasianer, para admin saja pernah kecewa pada Kompasiana. Hanya saja, mereka tidak berani bersuara lantang karena sangat paham bahwa di atas langit ada langit. Sementara Kompasianer seringkali tak mau tahu ada langit di atas langit.
Kecenderungannya justru adanya langit di atas langit, Kompasianer makin ekspresif dalam merayakan kekecewaannya terhadap Kompasiana.
Namun demikian, tidak semua Kompasianer merayakan kekecewaannnya secara terbuka. Masih banyak yang melakukannya secara tertutup, misalnya di grup-grup medsos perpesanan (WA, Line, FB dan lain lainnya).
Semua itu hak mereka dalam menjalankan tata kelola kekecewaan, yang dilindungi Undang-Undang Kekecewaan Kompasiana. Umumnya cara seperti ini dilakukan komunitas Kompasianer Pemalu, dan juga para admin Kompasiana sendiri.
Bagi Kompasianer Pemalu yang dalam proses transformasi menjadi Kompasianer tidak tahu malu, atau berani malu--namun tidak begitu paham caranya-- sangat memerlukan tutorial atau tips menghilangkan kekecewaan pada Kompasiana. Â