Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kemenangan Italia di Euro 2020 Jadi Awal Posmodernisme Sepak Bola Benua Biru

15 Juli 2021   08:29 Diperbarui: 16 Juli 2021   16:22 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : tribunnews.com

Sepak bola bagi rakyat Italia masa kini telah melebihi batas ruang kultur dan gaya hidup. Sepak bola tak sekedar sebuah kepercayaan, melainkan sudah seperti keyakinan. Padahal, mereka bukan pemilik asli sepak bola itu sendiri.

Dalam keyakinan mereka tersebut, sepak bola bisa berada pada satu altar ketuhanan dalam ritual kehidupan profan yang mempengaruhi mereka dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bila kita mengatahui nilai (nominal) tertera dari berbagai aktivitas klub-klub sepak bola Italia bisa bikin geleng kepala. Banyak orang heran, iri, dan jadi obsesif dengan ke-glamour-an klub-klub Italia di seri A dan B yang begitu gegap gempita. 

Glamour sepak bola Italia mampu menggerakkan begitu banyak dana coorporate dan masyarakat, kemudian membangunkan eksistensi berbagai wilayah kota tempat klub berasal atau bermarkas, dan kemudian sampai pada eksistensi negara Italia itu sendiri. 

sumber gambar : sport.detik.com
sumber gambar : sport.detik.com
Keglamouran tersebut menjadikan titik pusat gravitasi sepak bola berada di Italia. Mereka--dalam hal ini klub dan publiknya-- pernah tak segan mentahbiskan seorang pemain klub seri A menjadi Dewa. Pemain itu yakni Maradona dari Argentina--saat menjadikan klub Napoli masuk klub elit dunia dengan berbagai prestasinya.

Inggris sendiri sebagai pemilik asli dan kampung halaman sepak bola yang juga kaya raya dan begitu glamour tak sampai pada level pentahbisan Dewa. 

Inggris masih sangat konvensional dan feodal. Mereka masih "takut" pada "orang-orang kerajaan", dan altar sakral yang sesungguhnya. Artinya, sepak bola bagi rakyat Inggris belum sampai pada level "keyakinan", melainkan baru (hanya) sampai pada level kepercayaan saja.

Sepak bola bagi Italia laksana kehidupan yang terus bergerak membangun peradaban berdasarkan keyakinan dan pengetahuan jauh sebelum dunia melembagakan sepak bola dalam FIFA  World Cup yang pertama pada tahun 1934 --- dimana Italia jadi juara dunia pertama kali.

Melalui pendirian klub-klub sepak bola di Italia pada abad ke 17-18, Italia membangun peradaban sepak bolanya. Klub Genoa FC yang bermain di Serie A, Italia, bermarkas di Genoa, Liguria, dididirikan tahun 1893. Klub Udinese dengan julukan 'Zebrette' didirikan tahun 1896. Klub Juventus FC yang terkenal dengan julukan 'La Vecchia Signora' didirikan tahun 1897. Klub AC Milan yang terkenal dengan julukan 'I Rossoneri', didirikan tahun 1899. Klub Lazio yang terkenal dengan julukan 'Biancocelesti', didirikan tahun 1900. 

Masih banyak lagai klub bola yang berdiri sebelum dan pada awal abad 19, yang hingga kini masih aktif di kancah liga Italia.

Klub yang didirikan tersebut tak cuma sebagai kumpulan orang bermain bola, namun juga  pembangunan infrastruktur nya berupa stadion milik sendiri, manajemen bisnis dan kepengelolaan klub, komunitas dan jejaring pendukung yang fanatik, spirit sepak bola sebagai tradisi kolektif, dan lain sebagainya.

Hal ini mengingatkan sejarah panjang Italia membangun peradaban budaya pada era Romawi. Bukti  peninggalan bangunan Colosseum abad 72 Masehi, bangunan Pantheon Roma-sebuah kuil masa kekaisaran Romawi, serta masih banyak lagi dalam bentuk karya seni, teknologi,  pemikiran filsafat, dan lain sebagainya, sehingga Italia dikenal memiliki banyak peninggalan sejarah bernilai tinggi--yang berkontribusi pada perkembangan peradaban dunia. 

Sepak bola Italia terus mengalami transformasi. Prestasi mereka jatuh bangun dipenuhi cemoohan dan pujian dunia, namun semua itu tak menjadikannya runtuh dan hilang ditelan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun