Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Utopia Artikel Humor Dapatkan "Headline" dan Secuil Sejarah

22 Juni 2021   13:27 Diperbarui: 23 Juni 2021   13:41 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : paragram.id

Kompasiana masa kini menyediakan banyak kanal tulisan. Ibarat sebuah mall, beragam barang dan menu tersedia untuk terjadinya aktivitas jual-beli, termasuk yang bersifat edukatif dan rekreatif. Pembaca atau penulis tinggal klik menu yang diinginkan. Gratis. Tidak pakai lama. Tidak pakai sambel. Tidak pakai saos, juga tidak pakai kol. Cukup modal kuota internet di hp atau laptop, serta garam dapur dan cuka makan secukupnya.

Kalau masih ragu atau takut-takut, masukkan garam satu sendok yang dicampur cuka makan dua sendok ke dalam air satu gelas, kemudian diaduk sampai merata. Setelah itu siram ke hp atau laptop anda yang dalam kondisi "on" atau aktif. Lalu diamkan sekitar satu jam. Disitulah pembuktian sebuah keberanian, heu heu heu... 

Namun cara itu tidak harus dilakukan karena bersifat pilihan. Soal resiko bisa ditanggung sendiri atau asuransi. Heuheuheu... 

Kembali ke laptop. Alkisah dahulu di Kompasiana pernah ada kanal Humor. Tapi entah kenapa kemudian diberangus rezim pengelola yang berkuasa di Kompasiana saat itu. Hal itu sempat dipertanyakan sejumlah Kompasianer yang sedang lucu-lucunya. 

Mereka sempat ingin mengadakan class action, demo berjilid jilid sampai tuntutan dipenuhi rezim admin yang berkuasa. Kanal Humor harus ada, dan tulisannya harus dilabel Headline.

Namun setelah diskusi pendek dengan McErroth-konsultan terkemuka yang jadi panutan para Kompasianer lucu, class action tidak jadi dilakukan karena bisa merusak gen lucu dan spirit humor para Kompasianer yang sedang lucu-lucunya.

Pasalnya,  class action dan demonstrasi berjilid itu merupakan ranah para orang pintar dan serius, jauh dari sifat lucu. Dikuatirkan bisa menjerumuskan ke dalam penistaan humor. Sementara Humor merupakan domain orang cerdas, bukan orang pintar dan serius.

sumber gambar ; merdeka.com
sumber gambar ; merdeka.com
Saya sendiri waktu itu belum lucu, dan sedang belajar lucu-lucu.  Setelah sekian lama belajar humor, sekarang saya sudah menjadi tidak lucu yang lumayan lucu. Prinsipnya, sebelum dan sesudah belajar harus mendapatkan label lucu, baik pada kategori sangat lucu mapun tidak lucu. Jangan sampai kehilangan lucu, karena hal itu menjauhkan kelucuan dari humor itu sendiri.

Rezim pengelola Kompasiana beserta para admin zaman kini sunguh baik hati dan tidak sombong. Mereka bersedia menghidupkan kembali Kanal Humor. Saya tidak tahu cara mereka melakukannya, apakah membaca tutorial dari para dukun togel, bertanya pada Igor sahabat dari Victor Frankenstein, atau tinggal memencet tombol 'on'.

Semua upaya admin itu patut diapresiasi segenap aktivis humor di Kompasiana, baik itu penulis, pembaca, maupun pengintip.

Saya menduga, kemunculan kembali atau "reborn" nya kanal humor karena upaya keras admin Kevin Anandhika Legionardo. Beliau orang lama di Kompasiana--selain om Nurul "Uyuy". 

Dulu admin Nurul Uyuy termasuk lucu, tapi karena sekarang beliau punya jabatan top sebagai COO Kompasiana, maka kelucuannya terpaksa disembunyikan demi menjaga citra diri, atau dalam bahasa gaulnya ; jaim. Semua itu bisa dimaklumi.

Sementara admin Kevin A. Leginardo tak punya beban jabatan untuk tetap lucu, dan bergelimangan dengan humor. Tapi mungkin saja bila kelak admin Kevin naik jabatan jadi COO Kompasiana, beliau akan sembunyikan kelucuannya demi menjaga image tadi. Satu hal  yang tidak bisa disembunyikan adalah pipinya tembem yang bikin lucu, walau itu bukan termasuk kategori humor, melainkan bully.

Diluar admin, ada Kompasianer sekaligus aktivis humor paling militan di Kompasiana, yakni Prof. Felix Tani.

Pada masa lalu Prof Felix Tani bukanlah penggiat Humor. Beliau termasuk Kompasianer pemalu, dan relatif tertutup. Tulisannya yang sering muncul berisi metode penelitian, khususnya metode etnografis, yang mungkin sering digunakan dalam memedah masalah sosiologi pertanian. 

Tulisannya itu hampir tidak digubris admin. Artinya tidak mendapatkan label Healine. Mungkin karena marah dicuekin admin, Prof Felix Tani mengeluarkan "Canon" akademisnya yakni ; "HL  Ora HL, Ora Problem". 

Maksud "Canon"  Prof Felix Tani itu untuk menghibur diri sendiri, sekaligus gabungan faham "Mutungisme" dan penyakit " Kesalistis"  beliau terhadap admin karena tidak pernah diberi Headline. Padalah keinginannya sangat besar, dan beliau menulis sepenuh hati dengan mengerahkan segenap ilmu Ajian Saratjiwa, Ajian Agnimurka, serta taktik klasik  4 : 4: 2 . Heu heu heu...

Namun entah mengapa,  dalam perkembangannya kemudian beliau menjadi aktivis humor. Perubahan itu ibarat ; "keluar dari kandang harimau, masuk kandang buaya". Artinya...

Saya menduga perubahan Prof Felix terjadi akibat tersengat tawon saat berada di sawah. Bisa Tawon itu, mengubah sistem pada mitogondria Prof Felix Tani, dari penulis serius dan tidak pengen headline menjadi seorang penulis Humor, namun tetap pengen Headline.

(Maaf, tulisannya nanti saya lanjutkan, saya mau makan dulu...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun