"Dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah..." (penggalan lirik lagu "Panggung Sandiwara", Ahmad Albar)
Setiap orang berpotensi memiliki alter ego. Alter ego dipahami sebagai "aku yang lain", atau kondisi di mana seseorang membentuk karakter lain dalam dirinya secara sadar.Â
Alter ego yang merupakan diri kedua yang dipercaya berbeda daripada orang kebanyakan atau kepribadian sebenarnya.Â
Salah satu "hasil" perkembangan teknologi informasi adalah kelahiran media sosial yang berbeda dibandingkan media konvensional pada masa lalu yang dimiliki "banyak orang" dalam bentuk perusahaan jurnalistik, dikelola kelompok manajemen dan para jurnalis.Â
Media sosial bersifat personal. Setiap orang bisa memilikinya hanya dengan membuat sebuah akun, atau beberapa akun yang dibawah kendali orang tersebut. Dengan begitu, produksi informasi sepenuhnya berada ditangannya dan atas kesadarannya pula.Â
Adanya alter ego menjadikan "dirinya yang lain" sebagai bagian penting dan mencolok dalam produksi informasi tersebut.
Ketika alter ego bertemu media sosial pada zaman sekarang, alter ego langsung jatuh cinta setengah mati. Inilah sosok dambaan yang telah lama dicari Alter Ego untuk melabuhkan energinya. Cinta alter ego ternyata tidak bertepuk sebelah tangan.Â
Percintaan alter ego dan media sosial pun menyatu dalam bahtera ingar bingar dunia teknologi informasi dan personalitas di mana sepasang sejoli itu menjadi panggung beragam isu kehidupan masyarakat kontemporer, sekaligus sebagai etalase warna kehidupan itu sendiri.Â
Walau alter ego bersifat personal, namun khitah cintanya bersama media sosial menempatkannya sebagai "milik" banyak orang. Alter ego yang tadinya tersembunyi di balik dinding norma dan nilai tertentu kemudian jadi terbuka dan bisa "dilihat" banyak orang.Â
Media sosial lah yang membawakan sosok alter ego itu kepada khalayak ramai setelah berbagai teori sosial budaya dunia modern memberikan pencerahan kepada masyarakat atau setiap orang bahwa norma dan nilai kehidupan bersifat majemuk, relatif dan bersifat tidak mengikat.Â
Dengan begitu, seseorang yang sehari-hari berlaku santun dan pendiam di ruang publik formal tidak lagi perlu takut menampilkan dirinya jadi tukang ngomel atau bawel saat berada di media sosial karena alter egonya yang memuat energi tukang ngomel dan bawel dilindungi nilai-nilai dan norma lain di ruang modernitas.Â
Percintaan alter ego dan media sosial telah memberikan ruang mewah dan permisif bagi kebawelan orang tersebut.Â