Walaupun relasi Kompasiana (admin) dengan para Kompasianer dibumbui rewards uang, namun hal itu bukan berarti sebuah  relasi juragan dengan para buruhnya...
Kompasiana kini telah berubah banyak dibandingkan masa awal berdiri. Kata nenek, tidak ada yang tidak berubah di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan--sekecil apapun-- tidak bisa dihindari karena perubahan merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Kalau seseorang atau sesuatu tidak ingin berubah, maka lingkungan lah yang akan merubahnya.
Perubahan akan lebih maknyos bila didasarkan pada sebuah kesadaran diri, dan dilakukan dengan perencanaan --- sekecil apapun perencanaan itu. Perencanaan tersebut berdasarkan kemampuan memetakan kecenderungan  perubahan lingkungan, sehingga perubahan diri akan bisa diselaraskan dengan tantangan perubahan lingkungan.
Kompasiana berubah karena sebuah kesadaran diri para pengelola Kompasiana terhadap tantangan lingkungan dunia maya, dunia blogger, dunia teknologi informasi, dunia marketing dan keuangan virtual, dunia interaksi antar manusia, dan lain sebagainya.
Dahulu, ketika Kompasiana baru berdiri, kompasiana hadir sebagai pioner dunia blog bersama yang merupakan sebuah terobosan cemerlang dalam melihat kecenderungan perubahan zaman. Manusia awam semakin dekat dengan dunia informasi, perubahan manusia menjadikannya bukan lagi sebagai obyek informasi melainkan lebih dari itu, menjadi subyek, obyek dan keduanya dalam satu satuan waktu dan peristiwa. Â
Dalam perkembangannya, membuat terobosan cemerlang dan jadi pioner tidak bisa menjadikan Kompasiana terus menerus bermegah diri dan terjebak dalam ruang status quo. Karena hal itu hanya akan menciptakan Kompasiana sebagai monumen mati--hanya bisa dikenang dalam memori kolektif publik---yang rentan tenggelam oleh beragam memori kolektif lainnya di dunia ini.
Agar tidak hanya jadi sebuah monumen mati, Kompasiana harus menetapkan diri sebagai sebuah memori kolekif yang selalu hidup, maka dari itu Kompasiana harus menjadikan dirinya bagian dari perubahan zaman di dalam entitas (lingkungan) dunia maya, dunia blog, dunia teknologi informasi.
Kalau dulu menulis di Kompasiana sekedar media untuk mendapatkan informasi, membangun silaturahmi dan hiburan antara sesama penulis (kompasianer). Tapi kini, hal tersebut tak lagi bisa dipertahankan. Kompasiana harus melakukan diversifikasi, extensifikasi dan intensifikasi kehadiran diri (pelayanan diri) di tengah beragam dan dinamika isu kehidupan. Semua itu menjadikan Kompasiana terkinia tidak lagi sepenuhnya seperti dulu. Â Â
Dulu tak ada Rewards rutin kepada para penulisnya (Kompasianer) dalam bentuk uang, tapi kini Kompasianer bisa mendapatkan uang dari hasil karya menulisnya--tentu saja dengan kriteria terbuka yang bisa diakses semua penulis/Kompasianer. Di dalam kriteria itu ada kriteria lagi (centang hijau-biru) yang merupakan sebuah petanda bagi semua umat Kompasiana atau Kompasianer untuk meningkatkan diri, dari yang tadinya tidak tervalidasi menjadi Kompasianer Tervalidasi. Ini juga sebagai petanda adanya kompetisi (iklim kompetitif) di dalam Kompasiana-Kompasianer. Padahal dulu tidak ada kompetisi (iklim kompetitif) yang secara "langsung dan resmi" diluncurkan sebagai dinamika warga binaan Kompasiana.
Walaupun relasi Kompasiana (admin) dengan para Kompasianer dibumbui rewards uang, namun bukan berarti itu sebuah  relasi juragan dengan para buruhnya, melainkan relasi mitra sejajar dalam mengarungi tantangan zaman. Relasi seperti inilah yang menjadi ciri penting dalam dunia blogger kontemporer, dunia maya, dunia teknologi informasi, dan lain sebagainya.
Dibandingkan masa terdahulu, Kompasiana masa kini memang tidak sepenuhnya sama dengan masa lalu. Kompasiana terkini merupakan bagian dari keniscayaan perubahan tersebut.
Perubahan seringkali bikin gemes, nelongso dan bahkan menakutkan. Banyak hal mengasyikan dari masa lalu yang berkurang atau hilang. Demikian juga yang terjadi dengan Kompasiana. Apa saja? "iiihh...mau tau apa mau tau banget?" Heuheuheu...
Saya termasuk Kompasiner zaman old yang merasakan situasi perubahan suasana di Kompasiana. Saya termasuk Kompasianer yang sempat gemes, sempat nelongso, terengah-engah mengikuti laju Kompasiana tapi saya tidak ketakutan karena menyadari bahwa perubahan memang sebuah keniscayaan.
Dahulu saat masih kecil, anak-anak begitu lucu, bisa dibawa kemana-mana, bikin gemes, dipeluk dan dicium semau gue kalo lagi kumat gelo-nya. Heuheuheu...
Tapi perubahan membawa mereka pada fase besar dan dewasa. Ketika mereka sudah besar kita tak lagi bisa menggendong dan mencium semau gue. Bisa bikin patah pinggang, beib ! "iiihhh...apaan sih papa?" Cium pipi aja yaa......Heuheuheu...
Kalo aku patah pinggang, aku ndak bisa ngomong aku rapopo....sakit tau!
---
peb01052021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H