Â
Isu reshuffle kabinet makin kuat bergulir. Tinggal menunggu waktu pelaksanaan. Walau belum resmi diumumkan namun sudah jadi perbincangan hangat di ruang publik.
Isu menyebar seperti asap. Kalau ada asap, tentu ada apinya. Sekarang api sudah diketahui sumbernya, yakni dari pihak istana. Asap sudah menyebar bikin sesak nafas sebagian pihak terkait, namun ada pihak yang bisa mendapatkan kelegaan.
Pihak yang sesak nafas disebabkan kepentingan, ruang kekuasaan, dan eksistensinya akan hilang. Selain itu ada yang gemes dengan gaya kepemimpinan Jokowi yang "hobby melakukan pergantian kabinet" di tengah masa kerja yang belum tuntas. Dibandingkan presiden-presiden sebelumnya, Presiden Jokowi relatif lebih sering melakukan pergantian kabinet (reshuffle) ditengah masa kerja. Hal ini memunculkan anggapan bahwa perencanaan awal pembentukan kabinet tidak matang.
Selain pihak yang sesak nafas, ada juga pihak yang justru bisa mendapatkan kelegaan. Â Mereka tak menghirup asap, melainkan udara segar di antara sebaran kumpulan asap, heuheu...Siapa? Tentu saja mereka yang mendapatkan jabatan di kementerian.
Reshuffle kali ini bukan hanya pergantian pemimpin puncak kementerian, melainkan juga perubahan nomenklatur kementerian. Ada kementerian yang baru dibentuk, yakni Kementerian Investasi. Ada pula penggabungan kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan digabung dengan Kementerian Ristek dan Pendidikan Iinggi menjadi Kemendikbudristek.
Selain itu ada pergeseran personal kementerian pada tugas-tugas baru di lembaga yang tak kalah strategisnya seperti Badan Otorita Ibukota Baru, dan kemungkinan badan-badan lainnya. Tapi semua itu masih sebatas isu. Pengumuman resmi dan pelantikan menteri akan jadi bukti sah reshuffle kabinet.
Disisi lain, Jokowi sering membuat keputusan politik pembangunan diluar pikiran awam, atau anti mainstream. Ini tentu bikin sesak nafas karena mempertaruhkan banyak hal. Â Obsesi membangunnya sangat besar, dan hal tersebut dieksekusi dengan cara cepat. Tak perduli cibiran sebagian pihak yang menganggap pelaksanaan pembangunan itu tidak perlu, atau belum dibutuhkan rakyat saat ini. Belum lagi perhitungan teknis biaya, ongkos sosial dan lain sebagainya.
Sesak nafas publik pada reshuffle kabinet kali ini akan tertuju pada dua hal penting, yakni siapa menduduki jabatan apa, dan apa saja yang akan dibuat. Konteks "Siapa menduduki jabatan apa" terkait pilihan orang yang akan duduk di kementerian. Apakah berkompeten? Atau hanya merupakan politik akomodasi/balas budi politik semata. Sementara konteks "apa saja yang akan dibuat" berkaitan dengan rencana kerja jangka pendek dan panjang Presiden Jokowi terhadap orang yang dipilihnya. Apalagi waktu kerja efektif pemerintahan Jokowi hanya tingga 3 tahun lagi.
Reshuffle kabinet memang bikin sesak nafas publik yang sudah terpola pikiran mainstream orang awam, namun di sisi lain merupakan sebuah langkah berani seorang pemimpin visioner di tengah dinamika sangat cepat pada lingkup regional dan internasional, yang berpengaruh besar pada kebutuhan rakyat dan kemajuan bangsa ini. Mentalitas dan cara-cara "Business as Usual" (biasa-biasa saja) dirasa tidak lagi bisa diterapkan pada dinamika tersebut karena akan terlindas cepatnya dinamika global.