Sejumlah tokoh calon menteri telah dipanggil Jokowi ke Istana. Umumnya mereka merupakan "tokoh nasional" yang sudah sangat dikenal publik secara luas seperti Mahfud Md, Nadiem Makarim, Wishnutama, Erick Thohir, Tito Karnavian, dan Airlangga Hartarto .
Namun dalam pemanggilan hari ini Senin 21/10/2019 ada satu orang perempuan cantik yang "tidak termasuk tokoh nasional". Dia adalah Tetty Paruntu yang menjabat Bupati Minahasa Selatan dua periode.
Ibu Tetty merupakan kader Golkar dan menjadi pengurus partai Beringin tersebut di Minahasa.
Kehadiran Tetty di Istana mengundang pertanyaan publik, apakah termasuk bakal calon menteri?
Melihat pakaian putih yang digunakan, seperti tokoh lain yang dipanggil, publik menduga Tetty juga bertemu Presiden Jokowi.
Sejumlah komentar pengamat  muncul yang mengatakan Tetty merupakan calon menteri perempuan guna terpenuhinya kuota jumlah menteri perempuan, dan keterwakilan Indonesia Timur, luar Jawa, dan lain sebagainya.
Namun belakangan, muncul penjelasan Bey Machmudin dari Sekretariat Presiden bidang administrasi kerumahtanggaan, keprotokolan, pers, dan media bahwa Tetty Paruntu tidak sampai bertemu Jokowi, melainkan Airlangga Hartarto yang sedang ada di dalam.
Airlangga merupakan Menteri Perindustrian yang juga Ketua Umum Golkar.
Muncul spekulasi bahwa "pemanggilan" Tetty ke Istana tidak melewati Golkar, melainkan jalur "karpet merah" langsung ke Jokowi.
Nampaknya, kehadiran Tetty Paruntu di istana belum "clear" di internal Golkar. Dia "bukan" tokoh besar di Golkar yang digadang-gadang partai untuk masuk kabinet Jokowi. Masih Banyak tokoh elit Golkar yang lebih "top" dan ambisi menduduki jabatan menteri.
Pihak Golkar sendiri sebelumnya tidak tahu menahu soal kedatangan  Tetty Paruntu ke Istana. Kalau Tetty datang ke istana"hanya" untuk bertemu Airlangga Hartarto guna konsultasi sebagai kader Golkar dengan ketua umumnya secara logika politik dan etika sulit diterima mengingat tempat dan moment yang tidak tepat. Sebegitu urgen kah urusan partai Golkar sehingga Tetty mesti bela-belain menyusul Airlangga Hartarto di istana presiden?