Hubungan ilmu pengetahuan (sains) dan nilai (value) seringkali jadi persoalan yang tak ada habisnya. Apalagi bila muncul masalah faktual didalam masyarakat, dan kemudian terjadi perdebatan "yang tak tentu arah" tentang "harus bagaimana" permasalahan faktual itu ditempatkan dan berikut solusinya. Â
Seringkali tanpa disadari, perdebatan faktual itu menyangkut dua hal mendasar yakni sains dan nilai.
Sebagai contoh perdebatan dalam masyarakat dan berbagai lembaga publik soal revisi Undang-Undang KPK dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dilakukan pemerintahan Jokowi dengan DPR RI, yang dinilai berpotensi mengebiri KPK dan merusak komitmen bernegara dalam melindungi politik warga. Â
Muncul lah perdebatan pro dan kontra serta aksi penolakan dalam masyarakat. Umumnya mereka dilandasi setting nilai yang mereka yakini, namun tak sedikit pula yang berdasarkan argumen logis atau kajian ilmu pengetahuan. Sementara di sisi lain, undang-undang dibuat DPR bersama pemerintah didasarkan kajian sains dengan metode ilmu pengetahuan yang baku sehingga menghasilkan "naskah akademik" undang-undang dan peraturan. Disinilah nilai dan sains bertemu dan berkelahi. Seru ya, beib! Heu heu heu....
Masalah ilmu pengetahuan (sains) dan nilai (value) menjadi perdebatan pada puncak paham logika obyetivisme modern. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai dunia yang obyektif dengan metode logis yang inheren didalamnya. Sementara nilai (value) sering dianggap "tidak obyektif" dan bersifat "relatif". Benar kah demikian?
Ada dua perdebatan besar tentang hal tersebut, yakni : pertama, apakah 'nilai' (value) sebaiknya terdapat atau mampu diekspresikan berbarengan didalam ilmu pengetahuan modern? atau yang lainnya. Kedua, apakah 'nilai' (value) hanya sebatas ekspresi subyektif semata  dari suatu preferensi ?
Menurut pemikiran modern, 'nilai' dipandang berdasarkan dua hal, yakni berdasarkan 'categorical' dan 'instrumental'.
Pada konteks 'categorical' nilai-nilai mengacu pada dua hal yang berbeda secara ekstrim misalnya : baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas, setia-khianat, merdeka-terjajah dan lain sebagainya. Selain itu juga mengandung nilai-nilai hakiki (intrinsic values), misalnya ; kemerdekaan, kebebasan, kesenangan dan kebahagiaan.Â
Nilai-nilai hakiki tersebut didasarkan pada releksi murni dari manusia, atau keputusan-keputusan pribadi, atau nilai-nilai yang didasarkan dari budaya tidak dapat diperdebatkan secara rasional :  baik-buruk, salah atau pun benar tentang  nilai-nilai tersebut.
Di dalam categorical yang ekstrim tadi, seperti : 'baik-buruk', atau benar-salah', setia-khianat, merdeka-terjajah, dan lain-lain terdapat 'nilai' kesenangan atau kenikmatan.Â