Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pidato "Bombastis" Prabowo dan Kepunahan Negara Indonesia

19 Desember 2018   00:45 Diperbarui: 19 Desember 2018   15:56 2917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : tribunnews.com

Didalamnya ada elit-elit yang secara formal tidak berada di dalam kelembagaan yudikatif, legislatif, eksekutif, namun para elit tersebut sangat berpengaruh besar terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.

Tentu saja para elit itu mengacu pada masing-masing setting nilai-nilai, budaya dan sejarah nenek moyangnya. Namun begitu, mereka nyatanya bisa sepakat untuk membentuk Indonesia, sebagai satu negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah ajaibnya Indonesia.

Saat mereka membentuk Indonesia itu dan kemudian menjalankannya dengan segala dinamikanya sehingga bisa eksis diantara bangsa dan negara di dunia. Saat itu, tidak ada Prabowo dan Sandi yang kini menjadi Calon Presiden Republik Indonesia. Lalu, apakah harus punah hanya karena Prabowo-Sandi tidak menjadi presiden RI?

Presiden hanyalah bagian dari sebuah sistem. Dalam Trias Politica, posisi presiden bagian dari sistem eksekutif--yang setara dengan legislatif dan yudikatif. Oleh Prabowo, dua sistem itu tidak ada apa-apanya kalau dia tidak jadi presiden. Untuk itu, dia akan mengatur kerja yudikatif dan legislatif karena kalau tidak maka Indonesia akan punah!

Indonesia pernah mengalami seperti itu--presiden "masuk" ke semua pembagian kekuasaan--yakni pada masa Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Dengan gaya kepemimpinan otoriter, Soeharto mengendalikan legislatif dan yudikatif, bahkan pada semua sistem yang ada di dalam masyarakat Indonesia.

Lalu, apakah Prabowo terobsesi ingin menjadi pemimpin seperti Soeharto? Bisa "ya", bisa "tidak". Kalau dilihat dari isi pidato Prabowo, hal tersebut bukan tidak mungkin dilakukan karena kalau tidak maka Indonesia akan punah. Dan obsesi seperti itu sangat menyedihkan dari seorang calon presiden, dan menakutkan bagi rakyat yang akan dipimpinnya .

Indonesia butuh presiden hebat untuk membawa rakyatnya sejahtera, tapi bukan presiden yang otoriter masuk dan jadi penentu di semua sistem dalam negara dan masyarakatnya. 

Bukan presiden yang pesimis terhadap masa depan bangsa dan negara sehingga rakyat menjadi ketakutan akan masa depannya, rakyat menjadi pribadi yang lemah dan tidak mandiri. Indonesia tak butuh presiden yang meniadakan sejarah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena akan kehilangan jatidiri sebagai negara dan bangsa.

Indonesia butuh presiden yang selalu bersama rakyatnya bahu membahu membuat negara dan bangsa menjadi besar dan disegani negara-negara lain di dunia---jauh sebelum Pilpres 2019 ataupun setelah Pilpres 2019. Sampai kapan pun Indonesia tetap berdiri kokoh.
----

Referensi berita ; Satu, Dua, Tiga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun