Kantuk itu gelombang pasukan primitif. Bersembunyi di balik kelopak. Sarat beban. Menunggangi mata.Â
Kantuk penghamba setia kerajaan tidur, sebuah negeri tanpa batas. Tanpa nilai. Di dalamnya, kau bisa jadi hamba siapa pun. Kau bisa dapatkan apapun. Kau bisa bertata cara apapun, untuk jadi pemenang atau pecundang.
Malam itu ia datang. Tiba-tiba  menguasai ruangan. Panji-panjinya sangat kuat.Â
Harusnya ada kegembiraan. Tak ada kebingungan di pencarian posisi terbaik menuju kesenangan. Tapi saat itu aku tak menginginkannya.Â
Ada gelombang lain. Berharap dibawa ke garis tuntas. Di situ, aku jadi ksatria. Pahlawan penuh kenang.Â
Tapi ada terselip rasa takut. Kantuk bertindak lain. Yang tak pernah diharapkan.Â
Kuputuskan turuti dahulu. Agar dia merasa dihargai. Tapi diam-diam, aku bersiasat.
Tirai kelopak mata kututup. Semua lampu kumatikan. Nafas kuatur. Tetap berdenyut. Satu nada.Â
Tapi tidur tak pernah tahu. Gelombang di otakku bermain ombak angka dan kalimat. Berderu. Tak henti. Saling goda. Bercumbu rasa. Menantang karsa. Kelak berlabuh cipta pada laptop terbuka. Di samping hampar rebahku.
Dalam hati, Â aku tertawa. Tak sulit membohongi tidur. Dia tak lebih sosok raja yang primitif!
---
Peb24/11/2018