Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Gerindra Mewakafkan Sandiaga tapi Merangkul Titiek Soeharto, Demokrat Dapat Apa?

21 November 2018   04:59 Diperbarui: 21 November 2018   05:08 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno bersama Zulkifli Hasan dalam sebuah momen kampanye. Sumber gambar : kompas.com

"Makanya Sandi kita wakafkan untuk memberikan suport kepada partai-partai non-Gerindra. Kami juga punya kepentingan bagaimana PAN kursinya banyak, PKS kursinya banyak, Demokrat kursinya banyak." (sumber)

Persoalan coattail effect atau atau efek ekor jas bagi partai politik Koalisi Adil Makmur di Pemilu 2019 cukup menyita polemik dalam kubu Prabowo-Sandi. Anggota koalisinya  menyadari, yang paling diuntungkan dalam Pilpres nanti adalah Gerindra karena mengusung sekaligus dua kadernya yakni Prabowo dan Sandiaga.

Sebenarnya, soal coattail effect atau atau efek ekor jas juga dialami para partai pendukung kubu Jokowi/Ma'rufd dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Namun mereka tetap tenang dan fokus bekerja memenangkan Jokowi/Ma'ruf Amin. Mereka paham realitas teoritis coattail effect itu, tapi dengan kedewasaan berpolitik, mereka tidak membuat gaduh dalam tim.

Sementara anggota koalisi Prabowo-Sandi yang paling nyaring mengkritisi "enaknya Gerindra" itu adalah partai Demokrat. Partai Demokrat tak segan menyuarakannya secara terbuka sehingga pada kader kedua belah pihak "jadi ribut". Tak tanggung-tanggung, SBY sendiri menyatakannya secara terbuka di depan kadernya dalam forum pembekalan Caleg Demokrat. Tentu saja hal itu ditanggapi oleh kader Gerindra secara tak kalah sengitnya. Tak sampai disitu, kembali SBY menanggapi kelanjutan tanggapan para kader Gerindra di media.

Gerindra sebenarnya sudah memberikan solusi atau jalan tengah untuk para anggota koalisinya. Gerindra ingin PAN, PKS dan Demokrat bisa meraih kursi yang banyak di parlemen sehingga bila Prabowo-Sandi menang maka kebijakan Prabowo-Sandi akan didukung koalisi di parlemen yang kuat pula.

sumber gambar : kompas.com
sumber gambar : kompas.com
Tak tanggung-tanggung, Gerindra mewakafkan Sandiaga Uno untuk ketiga anggota koalisinya. Sandiaga keluar secara adminstratif dari Gerindra. Dan kemudian,  dalam kampenye selaku cawapres, Sandi diberi kebebasan untuk "mempromosikan" partai koalisinya. Dia selalu pakai baju biru, yang identik dengan warna partai Demokrat dan PAN.

Partai yang antusias pada mendampingi Sandiaga berkampanye adalah PAN.  Tak tanggung-tanggung, ketuanya yakni Zulkifli Hasan sering mendapingi Sandi di lapangan. Mereka memanfatkan secara sungguh-sungguh "wakafnya" Sandiaga. Dilapangan, keduanya mesra memakai baju biru. PAN berharap, sorotan media secafra terus menrus mampu memberikan coattail effect kepada mereka secara signifikan.

Bagaimana dengan ketua Demokrat? SBY sama sekali belum pernah mendampingi, begitu pun kader Demokrat yang TOPp lainnya. Demokrat tampaknya masih gusar dengan realitas coattail effect yang tak berpihak kepada mereka, namun juga tak mau memanfaatkan Sandiaga di ruang publik. Aneh memang,Demokrat malah lebih sering bikin gaduh---dila dibandingkan PAN dalam koalisi. Hal ini yang membuat kader Gerindra turut gusar dengan gaya Demokrat tersebut : "Sudah dikasi Sandi, kok ndak bersyukur, heu...heu heu...". Maka tak heran, ketika ada suara sumbang dari Demokrat di media, maka langsung disahut secara sengit para kader Gerindra.

sumber gambar : bogor.tribunnews.com
sumber gambar : bogor.tribunnews.com
Diduga kegusaran Demokrat makin bertambah ketika Gerindra sudah mewakafkan Sandi, tapi malah menggaet Titiek Soeharto sebagai salah satu ikon kampanye mereka. Sandi secara administratif memang bukan lagi anggota partai Gerindra, namun itu tak menghilangkan image di lapangan bahwa Sandi adalah orang Gerindra.

Ketika kemudian justru Gerindra menggaet Titiek Soeharto dari Partai Berkarya, sebenarnya Gerindra mendapatkan tambahan amunisi, bukan mengganti amunisi yang hilang setelah "mewakafkan" Sandi. Di dalam tim Gerindra itu, Titiek Soehato membawa "platform" Orde Baru ke dalam kampanyenya. Lalu, Demokrat dapat apa?

Disatu sisi, Demokrat belum bisa meraih potensi coattail effect karena mereka "absen" di sejumlah momen Sandi di ruang publik. Di sisi lain, peluang coattail effect itu akan semakin jauh dari mereka dan mendekat ke Titiek Soeharto (Partai Berkarya). Ada mutualisme antara partai Gerindra, Berkarya sekaligus PAN. Bagaimanapun, masih banyak orang di negeri ini yang masih merindukan kembalinya zaman Orde Baru yang diklaim "adem tentrem".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun