Bagi HTI dukungan moril itu sangat penting untuk mereka bisa masuk ke dalam pusaran politik elit  terutama mendekati pilpres 2019. Maka tak heran ketika dilakukan Ijtimak Ulama I tanggal 27-29 Juli  dan Ijtimak Ulama ke II 16 September 2018, HTI melalui eks juru bicaranya, Ismail Yusanto, hadir dan memberikan dukungan kepada Prabowo-Sandi sebagai calon presiden/wakil presiden--beserta partai koalisinya, yakni  PKS, Gerindra, PAN dan Demokrat.
Pada pilpres 2019, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) ingin adanya pergantian presiden, karena pemerintahan presiden Jokowi sekarang telah membubarkan organisasi mereka.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan turut berjuang memenangkan kubu Prabowo. Mereka masuk pusaran medan magnet Prabowo pada Pilpres2019 sebagai usaha memperkuat posisi politis. Terlebih, pada Isjtima kedua dirumuskan dan ditetapkan sejumlah kesepakatan politik dengan Prabowo-Sandi yang kiranya mampu membuat HTI lebih berkembang bila Prabowo jadi presiden. Benarkah nantinya seperti yang HTI harapkan?
Bila melihat latar belakang Prabowo dari TNI, nasionalismenya tidak diragukan lagi. Kecintaannya pada NKRI, Pancasila, dan UUD'45 telah ditempa dalam kurun waktu panjang selama menjadi prajurit dan pimpinan TNI. Hal itu dia ungkapkan pada saat berkunjung ke rumah Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Kamis 13/9/2018. Selain Prabowo, sejumlah jenderal TNI di kubu Prabowo juga telah ditempa untuk hal yang sama, sehingga memiliki komitmen kuat dalam mempertahankan NKRI.
Bisa jadi, untuk Pilpres2109 Prabowo hanya memanfaatkan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) untuk mendapatkan suara semata. Potensi suara dari penganut HTI cukup banyak, dan mereka sangat militan dalam mengusahakan tujuannya.
Lalu, seandainya Prabowo memenangkan kontestasi Pilpres 2019 Â dan resmi menjadi Presiden RI, akankah HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dibiarkan hidup oleh pemerintahan Prabowo? Kalau dilihat dari garis politik HTI yang bertentangan dengan Pancasila, UUD'45 dan semangat NKRI, maka HTI akan sulit diterima pemerintahan Prabowo.
Daya rusak HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) sangat besar dalam negara Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini. Bukan tidak mungkin, HTI justru dihancurkan secara lebih keras lagi, secara gaya militeristik. Bukan hanya organisasinya dilarang, melainkan para penggiatnya akan diburu, dan dihukum dengan cara militeristik. Dengan latar belakang Prabowo dari militer, hal itu bisa saja terjadi.
Hal tersebut  seperti pada masa G30/S PKI ketika Soeharto awalnya membiarkan PKI berkiprah, namun kemudian setelah mendapatkan kekuasaan selaku Presiden RI, Soeharto menindak PKI sampai ke akar-akarnya secara militeristik dengan argumentasi untuk menegakkan Pancasila, UUD"45 dan NKRI. Â
Padahal, sebelum peristiwa G30S/PKI, para petinggi PKI itu berteman akrab dengan Soeharto semasa masih menjabat Pangkostrad. Peristiwa G30s/PKI pun diduga telah diketahui Soeharto jauh hari, namun hal itu dia biarkan untuk kelak memuluskan dirinya menjadi presiden, bukan sebagai PKI melainkan sebagai penentang dann pemberangus PKI.
Ini masalah strategi politik Soeharto semata. Dan bisa jadi  "contoh soal pendidikan politik" yang bukan tidak mungkin diterapkan Prabowo kelak terhadap keberadaan bahaya laten HTI di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pertanyaan kemudian, bila Prabowo melakukan tindakan tegas pada HTI, akankah Prabowo dicap tidak amanah, ingkar terhadap Ijitimak Ulama dan zolim terhadap ulama?
----