Perjuangan tak harus dalam organisasi formal. Dalam situasi darurat, sejauh para penggiatnya masih dalam satu semangat, visi dan misi, perjuangan bisa dilakukan dimanapun.
Mungkin demikian yang dilakukan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) setelah secara organisasi, HTI resmi dibubarkan pemerintah.
Ada tiga alasan pemerintah membubarkan HTI. Ada tiga alasan pemerintah membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif dalam pembangunan nasional. Kedua, kegiatan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) terindikasi bertentangan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ketiga, aktivitas HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat, yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Bahaya Laten HTI, Perusak Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia
Kini para penggiat HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) masih 'berkeliran' di tengah masyarakat, Â dengan cara masuk ke berbagai aspek kehidupan, baik lembaga formal maupun non formal. Berbagai kasus adanya simpatisan HTI sudah terungkap menjadi penanda kuatnya faham HTI itu tersebar dalam masyarakat.
Alam demokrasi di negara kita mereka nikmati dan manfaatkan untuk terus memperjuangkan misinya di luar jalur formal. Di alam demokrasi pula mereka mendapatkan simpati dari kelompok politis negeri ini yang memiliki tujuan tersendiri terhadap simpati yang diberikan.
Adalah partai PAN, Gerindra dan PKS yang secara terang-terangan memberikan simpati tersebut. Dengan pemikiran bahwa tiap warga negara memiliki hak berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi, ketiga partai oposisi pemerintah itu mendukung upaya banding hukum yang dilakukan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) terkait pembubaran organisasinya.
Hal ini menimbulkan tanya tanya besar. Ada apa dibalik dukungan ketiga partai oposisi itu mendukung banding HTI? padahal dari kajian poemerintah secara mendalam menemukan bukti misi politik HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang bertentangan dengan UUD'45 dan Pancasila.
Salah satu bukti mencolok di pengadilan adalah adanya 'Struktur Negara Khilafah" yang diterbitkan HTI 2005. Disitu terungkap, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) berpegangan bahwa demokrasi adalah sistem kufur karena menjadikan kewenangan ada di tangan manusia bukan pada Allah. Mereka tidak menghendaki pemilu. Pemikiran dan aksi mendirikan Khilafah tidak dalam semangat nasionalisme Indonesia, dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD'45 yang merupakan ideologi bangsa dan dasar hukum negara kita.
Di sisi lain, simpati dari partai Gerindra, PAN dan PKS menjadikan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) mendapat angin segar dalam perjuangannya hingga masuk ke dalam pusaran politik. Ketiga partai itu memberikan dukungan moril berarti memberi ruang bagi HTI untuk terus berjuang dan membesarkan dirinya. Padahal secara hukum, HTI Â bertentangan dengan NKRI.
Dukungan HTI pada Prabowo-Sandi