Aktivitas pekerjaan seringkali tak kenal waktu. Kalau dipikir-pikir waktu 24 jam serasa tidak cukup. Selalu saja ada hal-hal yang harus dibenahi diluar rencana yang sebelumnya sudah tersusun demi hasil kerja optimal. Antara pekerjaan di kantor (studio desain) dan lapangan bagai saling berkejaran di lintasan waktu yang paralel. Ketika loading dan dealine bersekutu, bikin capek dan stress. Begitulah situasi yang sering saya alami di konsultan teknik sebagai arsitek.
Stress pekerjaan menguras energi pikiran dan badan. Akibatnya tubuh menjadi terasa lelah dan lesu, walau --rasa-rasanya--sudah makan banyak dan bergizi serta  "curi-curi" istirahat. Badan serasa meriang, tapi tidak demam. Serasa akan masuk angin, tapi angin lancar keluar dan  tidak kembung . Tenggorokan kadang gatal tapi tidak serak dan tidak kering.Â
Kepala serasa pusing tapi tidak berputar dan tidak sempoyongan. Kondisi ini  bagai "serba tidak jelas badan maunya apa".  Bangun tidur bukannya lebih segar, justru seringkali tetap lesu. Apalagi bila teringat ada beberapa bagian pekerjaan penting masih butuh pemikiran dan belum tuntas karena kendala tertentu.
Awal Mula Kenal Tolak Angin Â
Suatu hari seorang staf di kantor baru yang kembali dari lapangan sedang  membuat laporan di meja kerjanya. Saya menghampiri mejanya untuk menanyakan perkembangan terakhir pekerjaan lapangan (supervisi). Saya lihat di mejanya ada beberapa sachet "Tolak Angin" berwarna kuning di atas meja dekat komputernya. Saya tahu itu obat Tolak Angin yang sering lihat iklannya di televisi dan media lainnya.
Staff itu merupakan orang yang ditempatkan standby di proyek untuk pengawasan. Selama ini staf itu dengan bekerja baik dan selalu bugar bila saya secara periodik datang ke lokasi proyek. Kami kemudian bicara secara santai soal masalah pekerjaan di lapangan, terutama jalannya pekerjaan saat itu musim hujan.  Sambil bicara saya ambil satu sachet Tolak Angin, awalnya hanya untuk "iseng lihat-lihat" saja.
Melihat saya memegang satu sachet Tolak Angin itu, dia berkata :
 "Hehehe...itu teman setia saya di lapangaan pak"
"Kamu sering masuk angin di proyek kalau musim hujan begini?" tanya saya.
"Bukan hanya soal masuk angin, pak. Tapi bikin badan jadi lebih fit"
"Oh, ya? Isinya seperti apa?
Saya memang belum pernah minum Tolak Angin, jadi tidak tahu bagaimana isi di dalam sachet Kuning itu. Dari yang saya "pegang-pegang" sepertinya berisi cairan kental. Dan ternyata benar, katanya ;
"Isinya mirip madu atau obat batuk pak, rasanya manis kayak permen pepermin"
"Oh, ya?" Â Sambil saya baca keterangan, tangan "pencet-pencet' Â kemasannya.
Kemasan Bagus dan Informasi Lengkap
Di kemasan itu ada gambar beberapa tanaman tradisional dan khas Indonesia, tapi saya kurang tahu nama semuanya. Yang saya tahu hanya tiga yakni daun pepermint, kunyit dan sarang madu. Selain itu ada tulisan besar  "Tolak Angin" berwarna merah. Diatasnya ada tulisan "Sejak 1951--SIDO MUNCUL" berwarna coklat, dan dibawahnya tulisan "Obat Herbal Untuk Masuk Angin+Madu. Berikutnya ada tulisan lebih kecil  "Obat Herbal Berstandar " di pojok kiri atas ; "Scientifically Proven"  warna hijau di pojok kanan atas. Di pojok kiri bawah "Isi Bersih 15 ml". Sedangkan di pojok kanan bawah; "Produk Indonesia" dan POM HT 122 600 301. Informasinya lengkap. Secara keseluruhan disain kemasan sangat menarik, kombinasi warnanya pas dan nyaman dilihat. Satu hal penting, kemasan plastiknya sangat kokoh melindungi isi  sachet sehingga bikin kita merasa aman.
Ada satu pernyataan staf saya itu masih mengiang di pikiran saya, "...bikin badan jadi lebih fit". Ini hal yang membuat saya tertarik kerena saya merasa sedang tidak fit.
"Boleh saya minta satu? Saya ingin mencobanya. Belakangan ini saya merasa lelah"
"Oh, boleh pak. Saya punya banyak."
