Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Partai Demokrat Dukung Jokowi, Jalan Pendek tapi Sulit

12 Maret 2018   07:06 Diperbarui: 12 Maret 2018   18:08 1871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Presiden RI Joko Widodo berjabat tangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono usai meresmikan pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat tahun 2018. Sumber: https://nasional.kompas.com

Momen penting teranyar adalah pencabutan nomor urut partai untuk pemilu 2019 bulan lalu tak juga memunculkan hal tersebut. Megawati hadir, tapi Pak SBY absen. Hilang lagi momentum politis yang bisa mengoalisikan PDIP dengan Demokrat.

Kerja sama koalisi dalam pilpres antara Demokrat dengan PDIP hanya akan terjadi bila: pertama, telah terjadi rekonsiliasi pribadi antara Ibu Megawati dengan Pak SBY. Kedua, bila rekonsiliasi itu tak bisa dicapai, maka koalisi hanya bisa tercapai bila salah satu tidak lagi menjabat ketua partai atau tidak lagi memiliki pengaruh pada keputusan partai. Ketiga, bila salah satu atau keduanya sudah dalam takdir Tuhan sehingga para kader dan elit politik PDIP-Demokrat bisa membentuk  habitus baru dalam berelasi politis.

Rekonsiliasi pribadi Ibu Megawati dan Pak SBY bisa terwujud bila kedua pihak mau melakukannya atas dasar kepentingan nasional dan sejarah anak-cucu kelak. Rekonsiliasi pribadi tidak bisa hanya satu pihak saja. Pak SBY tak mungkin datang ke rumah Ibu Megawati dengan membawa bunga dengan konsep "say it with flower" atau dia bawa gitar untuk menyanyikan lagu karangannya "Harmoni yang Indah" untuk melunakkan hati Ibu Megawati bila tidak ada kode Ibu Megawati "buka pagar" rumahnya. Demikian sebaliknya, Ibu Megawati tak mungkin bikinin nasi pecel untuk Pak SBY (seperti dilakukannya pada Gus Dur dahulu) bila rumah dan dapurnya tak dibuka.  Heu heuheu...

Melihat karakteristik kedua partai yang konvensional tersebut, hal yang paling mungkin saat ini melakukan rekonsiliasi pribadi antara Ibu Megawati dengan Pak SBY terlebih dahulu bila Agus Yudhoyono akan mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. Jika mengharapkan faktor Pak SBY atau Ibu Megawati tak menjabat ketua partai dalam waktu dekat rasanya hampir mustahil. Pun jika mengharapkan pada faktor ketiga, yakni Takdir, itu bukan urusan manusia, melainkan Tuhan. Dan kedua faktor terakhir tersebut berkaitan dengan nasib dan Takdir yang pada setelahnya butuh waktu panjang untuk  konsolidasi dan reposisi pada masing-masing internal partai Demokrat maupun PDIP.

Pernyataan Pak SBY pada pembukaan Rapimnas 2018 partai Demokrat bahwa "kemungkinan berjuang bersama Jokowi bila Tuhan mentakdirkannya dapat diartikan dua hal.

Pertama,  sebagai basa-basi politik tingkat tinggi untuk menyenangkan dan menenangkan para kader dan pendukungnya saat ini. Di mana kelak akan ada manuver yang jauh dari pernyataan tadi. Dengan pernyataan itu, sejak awal SBY dan demokrat ingin mengambil simpati publik massa mengambang atau pemilih baru bahwa dia dan Demokrat "baik-baik saja", punya empati, etika, sopan-santun selaku tuan rumah acara dimana Jokowi sebagai tamu kehormatan merupakan lawan politiknya hadir secara terhormat.

Kedua, sebagai sebuah "kode' awal rekonsiliasi pribadi Pak SBY untuk  Ibu Megawati.  Tinggal menunggu apakah Ibu Megawati mau buka pagar rumahnya. Pak SBY tak bisa hanya sebatas mengirim "kode" namun juga perlu pro aktif dengan punya nyali besar dan jiwa gentleman mewujudkannya dalam langkah lebih lanjut.

Bisa tidaknya AHY menjadi cawapres Jokowi saat ini;  untuk tahap pertama bukan ditentukan oleh takdir, tapi oleh nasib. Nasib itu harus diusahakan SBY dan Megawati.

Nasib tak akan berubah kalau individu dan kebersamaam tidak diusahakan secara tepat. Nasib tak akan berubah kalau hanya sekedar lips service politik. Bila kemudian segala upaya mengubah nasib tak juga berbuah hasil, maka itu adalah ruang takdir. Dan konteks 'takdir' adalah otoritas Tuhan, bukan sekedar lips service politis.

Tuhan mungkin paham dinamika politik kontemporer Indonesia. Kerapkali Tuhan diseret-seret dalam kancah dinamika politik negeri ini. Kalau rekonsiliasi pribadi Ibu Megawati- Pak SBY bisa terwujud, maka Tuhan akan tersenyum tanpa lebih jauh dilibatkan dalam politik. Tuhan  tersenyum pada usaha perbaikan nasib yang dilakukan SBY-Megawati, bukan ketergantungan mereka pada takdir.  

Seorang Agus H. Yudhoyono (AHY) saat ini memiliki kapasitas, popularitas dan kapabilitas menjadi pemimpin. Dia aset negara yang mumpuni saat ini dan masa depan. Sebaiknya dia tidak terlibat dalam keberpihakan lebih jauh dalam konflik pribadi Pak SBY dengan Ibu Megawati. Bahkan kalau perlu secara formil dan non-formil membangun komunikasi dengan Ibu Megawati lewat berbagai agenda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun