Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Aksi Bela Jokowi oleh Alumni 212, Sebuah Kemungkinan?

20 Juli 2017   07:04 Diperbarui: 26 April 2018   22:46 5002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi (paling kanan, memegang mik sambil tersenyum), Habieb Rizieq paling kiri (sedang berbicara dengan mik) dalam suatu moment Aksi 212 beberapa waktu lalu. || Sumber gambar: katadata.co.id

Gerakan aksi "Bela Islam" oleh kelompok massa yang usai aksi kemudian menamakan diri Alumni 212 telah menjadi catatan sejarah politik dan demokrasi negeri ini. Gebyar gerakan akbar itu mengatasnamakan agama untuk menuntut "si Kafir Ahok" yang dicap menista agama. Oleh gerakan politis itu Ahok kemudian masuk penjara. Frasa kafir dan nonkafir kemudian menjadi dua hal diposisi berbeda(berseberangan) yang kemudian mengemuka dalam khasanah politik religi kelompok tersebut. 

Dalam pandangan kelompok massa 212, orang diluar agama dan ideologi mereka dicap kafir dan tak pantas dibela. Sementara orang yang seagama dan seideologi politis harus dibela-apapun kesalahannya dihadapan hukum positif negara. Benarkah demikian? Awalnya imagenya memang demikian, namun dalam perkembangannya "terjadi perubahan radikal". 

Hari Tanoe pemimpin partai Perindo dan berlatar belakang non-muslim mereka bela ketika tersangkut masalah hukum. Alasannya, "mereka menganggap Hary sebagai salah satu korban kriminalisasi yang dilakukan para penguasa". Oleh kelompok Alumni 212, Aksi bela Hary ini dimaknai sebagai 'ladang' amal untuk membela kebaikan. Mereka beranggapan Hary selama ini mendukung aksi 212 melalui siaran medianya di MNC Group.

Kalau sebelumnya mereka fokus bela ulama dan aktivis (muslim), namun dengan membela Hary Tanoe, sudah terjadi perubahan yang besar. Selanjutnya perubahan besar kemudian terjadi lagi. Usai ditegur Habib Rizieq-sang pemimpin besar FPI  karena aksi bela Hary Tanoe, kelompok alumni 212 berbalik arah. Akibat aksi bela Hary Tanoe itu, presidium kelompok alumni 212  pun diganti. Fokus pembelaan kembali ke asal mula yakni membela kepentingan umat Islam. Apakah konsistensinya bisa dijamin?

Dengan melihat dinamika internal yang sangat cepat itu memberi tanda adanya kepentingan yang berbeda di dalam elit kelompok. Garis perjuangan mereka mudah disusupi kepentingan sesaat yang tidak sesuai "garis perjuangan" kelompok. Kalau Seorang Hary Tanoe yang notabene non-muslim sempat mereka bela, lalu apakah mereka juga mau membela Jokowi?

Jokowi itu seorang muslim dan pemimpin negeri ini. Dengan jabatannya selaku presiden dia bekerja memajukan negeri ini. Beban tugas Jokowi sangat besar dan berat. Namun apa yang diperjuangkan Jokowi seringkali mendapat tekanan, cemooh dan tuntutan dari berbagai kelompok massa. Dalam kondisi itu Jokowi mengalami "kriminalisasi sosial", "penistaan pemimpin beragama Islam", "penzoliman sosok pribadi dan kelembagaan" oleh beragam kelompok massa di luar Alumni 212. Lalu apakah pembelaan pada situasi Jokowi itu tidak menjadi bagian dari "garis perjuangan" alumni 212? Pertanyaan ini menjadi "Naif" dan "tampak konyol"  bila mengingat sebelumnya diduga aksi-aksi kelompok 212 sebenarnya beraroma "menentang Jokowi". 

Habieb Rizieq salah satu pemimpin kelompok alumni 212  "berseberangan garis politik" dengan Jokowi. Bagaimana mungkin mereka membela Jokowi? 

Melihat bahwa kelompok tersebut "sempat membela" Hary Tanoe, maka bukan tidak mungkin suatu saat kelak mereka juga membela Jokowi. Hary Tanoe dibela karena dia berhasil "mengambil hati dan mampu tampil" sebagai sosok yang menguntungkan kelompok tersebut. Disisi lain, Kelompok alumni 212 secara image (citra) terlihat sebagai kelompok yang solid, namun nyatanya mereka tidak punya ideologi kelompok yang keras. Mereka bergerak lebih didasarkan pada "Tema", bukan "ideologi atau keyakinan kelompok". 

Tema bersifat dinamis dan cair. Tema bisa berubah sesuai event, situasi dan kondisi serta kepentingan di tataran elit. Sementara "ideologi atau keyakinan" bersifat "tetap dan masif". Pada kelompok itu, pembelaan pada Hary Tanoe terjadi oleh adanya perubahan Tema dari "Membela Penista Agama dan Ulama" menjadi "membela "korban kriminalisasi yang dilakukan para penguasa". Perubahan "Tema" itu walau bikin sebagian publik "tersenyum kaget atau malu", namun bagi kelompok alumni 212 bukanlah persoalan untuk dinyatakan secara verbal di ruang publik. 

Itulah bagian dari performance perjuangan mereka selama ini. Dan sebagian publik pun ada yang tak heran lagi. Dinamika seperti ini merupakan celah terjadinya" bela siapa saja" - termasuk Jokowi. Aksi bela Jokowi bisa terjadi bila ada "kesepahaman" antara kedua pihak, yakni Alumni 212 dan Jokowi dalam pertemuan dan pengolahan Tema. Kemudian tinggal kelompok 212 menyuarakannya di ruang publik dengan "gagah perkasa". Untuk urusan seperti ini mereka sudah fasih. 

Aksi Bela Jokowi bisa terjadi atau tidak, kita lihat saja nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun