[caption caption="sumber gambar : http://67.media.tumblr.com/49c947eca89fad07169cd241c711fda7/tumblr_ny0p2iNJDT1qah12po1_500.jpg"][/caption]
Kebenaran mengikuti fakta dari panggung diam.
Mungkin hanya pengecut yang melakukannya. Tak apa, pengecut pun berhak hidup untuk dirinya, sambil dia memuliakan diri bagi segenap orang yang terpanggil.
Kebenaran tahu langkah fakta yang tak bersuara, tapi aromanya menarik sumbu naluri keilahian. Di situlah kemudian aku mentahbisakan diri jadi raja bagi benakku.
Aku jadi manusia pembelajar. Tunduk melihat kebenaran. Kupastikan ia selalu ada di dinding dalam kelopak mataku walau tertutup.
Pintu kelopak yang membuka sering membuatku silau, atau tertempel sampah agitasi di lensa mata. Aku tak ingin pantulan hadirnya cahaya kebenaran membias. Jauh dari titik fokus kelilahian.
Kini yang tak kumengerti adalah putaran waktu. Pernah kuikuti setiap detak jarum jam, tapi aku ditenggelamkannya pada liminalitas kekaguman kebenaran semu. Aku jadi meriang. Ingin pulang. Tapi tak satu pun moda waktu yang berbalik arah.
Kini aku di panggung diam. Tak perduli waktu. Menjaga dan menjadi saksi kebenaran, walau teriakan tentang kekonyolan mendera. Tapi aku tak malu menyatakan 'Ikutlah aku...'
--------
Peb24/10/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H