[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://1.bp.blogspot.com/_0TEokoYB_Qk/TNfRW-qJHOI/AAAAAAAAABk/U_nO9gYIVRM/s1600/palms-clock.jpg"][/caption]
Tadinya saat memasuki bulan September aku ingin bersikap tak perduli.
Biarpun rintihannya terus menggema. Mengejar setiap langkah. Atau ia menggapaikan tangannya. Bagiku, inilah saat yang tepat meniadakan rasa kasihan. Hujan September bisa meredam dan menghapus semuanya. Karena kupikir hidup tak melulu harus melayani gema picisan itu.
Aku terus melangkah. Setengah berlari dari gema itu. Kupilih menyapa setiap penjuru mata angin. Membangun citra diri pada ruang baru.Â
Tapi suara gema itu tak juga surut. Digedor-gedornya bilik hati yang tadi kukunci sangat rapat. Aku mulai panik. Segala perangkat di dalam bilik itu terbangun. Terdengar suara setengah berteriak.
Selanjutnya kulihat dua kubu beda ruang itu saling bersahutan.
Segera aku berbalik badan. Aku terkejut! Gema itu begitu banyak. Berderet. Bentuknya telah berubah jadi tumpukan aksara tak beraturan. Setiap diri seperti tentakel, menggapai-gapai ke arahku.
Ketakutan mulai menjalari tubuhku. Dengan langkah gemetar kudekati mereka. Hanya dengan dua atau tiga kali tebas gema itu pun diam. Kemudian satu persatu kutarik dan kusembunyikan di tepian. Aku tak ingin Waktu mengetahuinya.
Aku heran. Saat kususun di tepian itu, semua aksara itu justru tersenyum. Padahal tubuhnya tak lagi utuh. Sempat kudengar mereka berucap ; "Maaf, lupakanlah janji Septembermu itu. Kami butuh pelepasan darimu".
-----
Peb16/09/2016