Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lelaki Pecinta Kursi

30 Juli 2016   22:41 Diperbarui: 31 Juli 2016   14:24 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi Kursi! II sumber gambar ; http://www.darussalaf.or.id/wp-content/uploads/2014/03/kursi-640x318.jpg"][/caption]

Ini kali kesekian lelaki itu menggambar kursi. Bentuknya selalu hampir sama. Walau berbeda ukuran dan bentuk tapi setiap orang akan tahu itu kursi.

Hampir setiap hari Nana -istrinya-merapikan  serakan kertas di mejanya. Isinya sketsa kursi.

Terkadang suaminya itu tertidur dikursinya diantara serakan kertas di atas meja. Tak satupun sketsa itu dibuang karena akan membuat petaka di rumah. Cukup sekali amarah menggelegar ketika tanpa pemberitahuan beberapa kertas yang tampak lecek Nana buang. Dia mengira sudah tidak dipakai lagi.

Sebenarnya Nana, tak pernah tahu untuk apa sketsa kursi itu dibuat. Usai digambar paling hanya disusun dan ditumpuk di laci, kemudian sesekali dikeluarkan lagi dan dipandang lama oleh suaminya sembari menatap ke luar jendela kamar. Kalau ritual itu sedang suaminya lakukan, Nana tak akan berani mengajaknya bicara. Pasti akan ada petir menggelegar dari amarah suaminya.

Pernah diwaktu santai Nana tanyakan untuk apa sketsa kursi itu. Suaminya hanya diam. Memalingkan wajah ke arah lain. Berubah tegang. Nana tahu, raut seperti itu pertanda kemarahan suaminya ! Nana tak melanjutkan pertanyaan, dia takut mendesak jawaban suaminya. Daripada petir kembali menggelegar?

"Ma, gimana kabar Papa? Apakah sudah Mama bawa Papa ke toko furniture? Uang yang kukirim untuk membeli kursi Papa sudah mama terima, kan?"

Begitulah telepon Sasa-anak perempuannya yang bermukim dan bekerja di Amerika-pada suatu siang.

"Sudah beberapa kali, Sa. Kemarin waktu expo furniture di JCC Mama bawa Papa mu dua kali. Tapi sikapnya biasa-biasa aja, tuh...Tak satu pun menarik hatinya."

"Okelah, Ma. Mungkin belum ada yang sreg di hati Papa. Sabar aja Ma. Nanti kalau ketemu yang cocok dan uang yang udah aku kirim kurang segera kasi tau ya, Ma. Akan kukirim lagi untuk membelinya. Pokoknya untuk kursi itu jangan pakai uang Mama dan Papa"

[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://2.bp.blogspot.com/-t18l952ZDbw/VM5oHHf8JFI/AAAAAAAABHs/6Y-HvzPSeCg/s1600/gumam-lelaki.jpg"]

[/caption]

Sudah lima tahun berjalan sejak suaminya pensiun, hampir semua toko furniture dan Mall di Jakarta pernah dia datangi bersama suaminya, namun tak satupun kursi terbeli.

Sengaja Nana tidak secara khusus meminta suaminya untuk memilih kursi yang dia inginkan. Biasanya bila mengajak suaminya ke toko furniture Nana memberi alasan untuk mencarikan teman-temannya.

Karena sering ke toko furniture untuk mencarikan kursi bagi suaminya, Nana jadi tahu banyak soal 'Ilmu' furniture. Dia sering mencari informasi, bertanya dan ngobrol dengan pemilik toko atau SPG. Kini Nana jadi 'konsultan' furniture bagi relasi dan teman-temannya, sekaligus marketing beberapa merk. Pihak agen dan pemegang merk tertarik dengan Sasa yang gaul dan komunikatif, kemudian menawarkannya jadi freelance marketing produk mereka. Hasilnya lumayan, Nana bisa mendapatkan fee dari hasil penjualannya. Sebagian uang itu Nana belikan emas batangan atau perhiasan sebagai tabungan.

Nana makin banyak relasi dan dikenal sebagai 'Konsultan Furniture'. Mulai dari teman-teman sekolah semasa SMP sampai kuliah, keluarga besar, teman lingkungan rumah dan anak-anaknya, dan banyak lagi. Belum lagi dari pertemanan di media sosial dan relasi baru dari rekomendasi para relasi sebelumnya. Semua rata-rata puas atas kerja Nana.

Suaminya tak pernah mempermasalahkan itu. Secara tidak langsung mendukung karena tidak pernah komplain atas kegiatan Nana.

Disela-sela kegiatannya seringkali muncul perasaan 'kurang' dalam hati Nana. Seakan ada sesuatu yang mengganjal atau belum tuntas. Dia belum menemukan kursi yang diinginkan suaminya. Padahal menjadi 'konsultan furniture' bermula dari perburuan kursi untuk suaminya! Sudah sampai tahap jadi Konsultan seperti sekarang ini masih saja setiap hari dia melihat suaminya menggambar sketsa kursi. Masih saja dia yang membereskan kertas-kertas itu kala suaminya pergi atau tertidur di kursi.

Suatu kali di sebuah persiapan pameran furniture Nana berkenalan dengan Bambang Setiawan, seorang pengusaha. Orangnya sangat gaul dan komunikatif. Dari bicara serius sampai bercanda. Dan ternyata pak Bambang adalah kawan kuliah suaminya!

"Dik Nana, Mas Basrinov itu orang hebat! Dulu kami sama-sama aktivis kampus. Makan, mandi dan tidur di sekretariat pergerakan. Dia sangat idealis. "

" Oh ya, trus apalagi ceritanya dulu itu? "

" Dia bercita-cita jadi Anggota Parlemen. Dia paling benci birokrasi negara ini yang katanya banyak tikusnya. Dia ingin membuat undang-undang yang menutup gerak para tikus itu, serta mengawasi kerja Eksekutif. Tapi entah kenapa justru dia jadi birokrat. Jadi pejabat ! Ha ha ha! "

" He he he! Iya, itulah perjalanan hidup, mas..."

" Betul, dik Nana....dia itu mahasiswa sekaligus  aktivis yang cerdas. Tapi maaf kalau saya terus terang ya, dik...sayangnya saat jadi pejabat dia lupa diri. Terlalu sibuk main proyek dan ngumpulin harta. Tidak banyak yang dia lakukan untuk masyarakat."

Nana terdiam, tapi dia berusaha menyimak dan tersenyum.

"Untunglah dia tidak masuk penjara karena kasus heboh kemarin itu, ya...sampai masuk koran dan tivi.....untunglah dia hanya diberhentikan tidak hormat. Dia dan dan pengacaranya memang lihay sehingga tidak masuk bui. Kalo ndak salah hanya bawahannya yang kena, ya? "

"Iya, mas Bambang. Waktu itu saya sampai stress memikirkannya. Harta kami banyak habis untuk bayar pengacara dan menyumpal aparat hukum. Tapi aku tetap bersyukur dia tak sampai masuk penjara. Ha ha ha! "

"Ya, dik..sama. Kami teman-temannya juga bersyukur dia selamat. Kami selalu membicarakannya. Beberapa kali reuni dia tak pernah hadir. Padahal sudah dihubungi, katanya sih dia akan datang."

Nana agak terkejut. Tak pernah suaminya memberitahu adanya reuni kampusnya. Kalau dia tahu, tentu dia ingin ikut suaminya menghadiri reuni. Bertemu dan kenal teman-teman kampus suaminya.

"Dulu saat dipuncak kariernya dia pernah bertemu saya. Dia katakan akan minta pensiun dini dari birokrasi dan mau bergabung di partai politik. Dia mau mewujudkan cita-cita lamanya jadi politikus dan jadi Anggota Parlemen. Tapi sekarang sudah tidak mungkin, ya....sejak kasus itu namanya sudah rusak dan tidak laku dijual. Tak apalah yang penting dia sekarang tetap sehat dan tidak masuk penjara. He he he!"

Nana ikut tertawa. Tapi hatinya garing. Tak pernah suaminya memberitahu cita-citanya jadi anggota parlemen. Dulu dia kenal suaminya saat sudah jadi pegawai negeri sebuah departemen.

"Oh, ya dik Nana...dulu, saking inginnya jadi politikus dan ketua parlemen, kalau sedang santai di sekretariat pergerakan, dia suka menggambar kursi. Sketsanya bagus, lho....Ahh, jangan-jangan sekarang dia sudah lupa cara membuat sketsa kursi, ya.."

Mendadak pandangan Nana serasa gelap.

------

 

30/07/2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun