Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menulis sebagai Tuhan untuk Memberi Banyak Orang

16 Mei 2016   01:45 Diperbarui: 16 Mei 2016   02:07 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: livingelectro.com

Hari esok adalah waktu kedepan yang harus dijalani. Semapan dan setangguh apapun, kita tak pernah tahu bentuk, nasib dan keadaan kita di waktu nanti.

Hal itu kadang menimbulkan kegalauan, ketakutan dan bahkan rasa frustasi. Karena kita punya harapan, yakni sesuatu yg lebih baik dari hari ini. Harapan itu salah satunya berwujud beban di kegalauan dan ketidaktahuan pada banyak hal.
Nenak bilang "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina".
Kriko bilang "Kompasiana adalah tempat belajar yang menyenangkan".
Orang religius bilang ; " berserahlah pada Tuhan".

Tapi kegalauan atas ketidaktahuan tak juga hilang karena setelah mencatat galau kita, Tuhan kemudian tersenyum mengembalikan kegalauan itu kepada kita.

Kenapa ? Karena Tuhan punya Cinta untuk kita dengan caraNya.

Kita pun kembali galau, padahal sudah berkali-kali menuntut di negeri Cina. Sudah berulang buka Kompasiana. Sudah berkali-kali lapor Tuhan.

Tuhan kok jahat ! Ha..ha..ha, dikatain begitu Tuhan makin tersenyum lebar.
Tetapi tetap penuh misteri...

Saya jadi ingat saat di kolam renang, Saya 'melemparkan' anak saya yang tak bisa berenang dan sedang ingin belajar renang tapi takut dan tak mau turun ke kolam renang.

Saya lempar anak saya di kolam renang yang sedang ramai orang menikmati week end. Anak saya timbul dan tenggelam, sementara saya berada di dekatnya. Pucat dan panik dia. Berteriak memanggil. Tangannya menggapai-gapai meraih tubuh saya. Saat teraih, saya lepaskan lagi. Dia menggapai-gapai lagi. Begitu seterusnya.

Mungkin ada sedikit air terminum olehnya. Sementara saya dekat dan erat menjaga, dan bahkan tersenyum ! Sementara banyak mata menatap heran. Ini orang tua gila apa? Saya tak perduli.

Sambil kepayahan mengap-mengap dan tangannya mengapai-gapai dan berteriak.
"Papa jahat ! Papa jahat !"
Dalam hati saya bergumam; "Iya, nak...Papa jahat!"

Tapi kamu sekarang bisa berenang, kan ? Celeguk !
Malah sekarang kamu sering merengek mengajak berenang. Dan Papa yang bingung membagi waktu mengantar kamu berenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun