[caption caption="Ilustrasi Hujan"][/caption]Hujan turun tiba-tiba. Tak seperti biasa sebelum datang memberi kabar lewat angin dan suara langit. Tapi kali ini tidak satupun diutusnya.
Entah apa yang ada di benak hujan saat melakukannya.
Apakah sedang marah pada awan?
Apakah ia nyaman melakukannya?
Ia tak perduli tanah yang cemberut karena tak sempat memanggil kodok.
Ia tak mau tahu daun-daun akan tergopoh-gopoh menutup pori-porinya.
Ia tak hiraukan hiruk pikuk banyak orang mencari tempat berteduh.
Hujan terus berlari dan berteriak memasuki setiap celah yang dia inginkan. Padahal tak semua tempat dikenalnya.
Tak pernah kulihat hujan seperti itu.
Bagai banteng kedaton dilabraknya tanggul-tanggul, tebing, tunggul dan batu penghalang. Menyelip diantar jepitan. Membasah segenap bentuk didepan.
Apakah hujan sedang marah pada awan?
Apakah hujan nyaman melakukannya?
Tak ada yang tahu.
Aku tertegun di teras luar bukit gading. Tanpa satu aksara pun. Tapi aku ingin bicara padanya tentang kumpulan bunga bangkai yang pucat dan tergugup, bersembunyi pada pot bunga di dalam rumah tuan besar.
-----
Pebrianov23/04/2016 | Ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H