[caption caption="Ahok II sumber gambar ; https://arrahmahnews.files.wordpress.com/2016/02/ahok-vs-psk-kalijodo.jpg?w=350&h=200&crop=1"][/caption]
Saya tertarik tulisan sahabat saya di Kompasiana yakni Revaputra Sugito yang berjudul ''Mayoritas Orang Jawa Tidak Akan Pilih Ahok''. Didalam tulisannya tersebut salah satu point yang saya tangkap yakni ; Kolom 'Terpupuler' dan 'Google Trend' dikuasai Ahoker' karena bantuan Admin Kompasiana.
Tuduhan itu membuat Saya teringat pembicaraan dengan Mbak Ella- mantan admin Kompasiana. (Ketika itu mbak Ella baru 2 minggu mundur dari Kompasiana karena mau konsentrasi di rumah tangga). Untuk event tertentu dia masih bantu kegiatan Kompasiana.
Saat pembicaraan itu kami dalam satu bis menuju Istana Negara untuk bertemu Jokowi. Mbak Ella duduk bersebelahan dengan saya-terpisah gang jalur tempat saya duduk.
Kami terlibat pembicaraan cukup intens, termasuk dinamika kerja admin Kompasiana. Dari situ saya bisa memahami kerja admin, yang tidaklah semudah bayangan awal saya. Mereka dituntut untuk profesional ; kuat hati, teliti membaca setiap artikel, dan netral. Namun begitu admin juga manusia, ada suatu kondisi mereka menangis! Karena caci-maki dan tuduhan-tuduhan tak mendasar dari sejumlah penulis Kompasiana.
Beragam tuduhan dan menangis tidak menjadikan mereka dendam pada penulis tertentu karena mereka bekerja secara tim. Jadi ada kontrol kolektif. Tentu saja sebagai manusia timbul pertentangan batin, antara kesal dan sikap harus memaafkan si Penuduh.
Sebuah tulisan untuk masuk kolom 'plilihan' atau Highlight (Hlt) sebenarnya relatif 'mudah'. Syaratnya tulisan itu ditulis dengan alur logika kepenulisan yang benar. Pembaca mudah memahami isu tulisan. Selain itu harus menarik dan mengandung kebaruan (secara sudut pandang) sehingga pembaca mendapatkan manfaat. Admin memiliki bekal panduan dan menthoring sehingga bukan semata 'suka' atau 'tidak suka' pada si Penulis atau Tulisan tersebut.
Pada konteks tersebut memang menjadi relatif ketika pembaca melihat ada tulisan lain yang 'bagus' namun 'Hanya Lewat' atau tidak masuk 'pilihan' atau distempel Highlight. Namun itu bukan halangan si Penulis dan artikelnya untuk eksis.
Bila tulisan itu menarik bagi pembaca, akan mendapatkan jumlah pembaca yang banyak secara alamiah sehingga secara otomatis masuk ke kolom Google Trend. Pada konteks itu, admin tidak campur tangan. Sistem Google trend secara otomatis 'menampung' artikel yang mendapatkan hits (klik) banyak dalam suatu hitungan tertentu.
Admin yang 'berjaga' punya batasan wewenang. Mereka berkutat pada penyeleksian artikel dan tidak ada 'artikel tidak pantas' tertayang. Tidak pantas karena memuat unsur pornografi (gambar dan tulisan), dan unsur lainnya yang tidak sesuai aturan di Kompasiana. Konteks ini pun tak lepas dari relativitas anggapan pembaca sehingga lagi-lagi admin jadi korban tuduhan sehingga harus menjelaskan rumor yang terjadi.
Situasi admin jadi tidak nyaman. Namun itulah resiko tugas 'menyisir' banyak artikel yang merupakan pandangan si Penulis. Didalamnya ada interpretasi dan persepsi terhadap tulisan (cara pandang) ketika secara redaksional si Penulis menggunakan kata-kalimat yang tidak pas sehingga pesan tulisan tidak ditangkap sempurna.