Bagi sebagian orang lagi khususnya di Kompasiana bisa hal ini bisa menjadi pertanyaan besar.
Ketika heboh Gayus ketahuan 'ngeluyur makan-makan' dengan dua Kompasianer perempuan matang manggis, sontak media lain ikut heboh.
Dalam waktu tak lama jadi berita nasional. Hampir semua media nasional dan daerah memuatnya, beberapa menjadikannya Headline mengingat 'persoalan' Gayus cukup seksi untuk menarik perhatian pembaca haus berita. Setelah lama 'hilang', berita itu jadi 'obat kangen' publik pada sepak terjang Gayus, si Koruptor yang Fenomenal.
Namun herannya, di pemberitaan ragam media itu, nama Kompasiana tidak terlalu mengemuka sebagai sumber atau awal ihwal plesiran Gayus usai sidang perdata perceraian. Lebih sering disebutkan 'Gayus bertemu dengan dua teman wanitanya 'yang blooger'. Selain itu, sumber gambar (foto) pertemuan berasal dari 'facebook', Â (milik Baskoro Endrawan-yang juga seorang Kompasianer).
[caption caption="http://ensiklo.com/wp-content/uploads/2015/06/Twitter-dan-Snapchat-Juga-Berinovasi-Pada-Sektor-Informasi-serta-Pemberitaan-di-Dunia-Digital.jpg"]
'Blooger' dan 'Facebook' Mengalahkan Kompasiana ?
Pada kasus itu, yang kemudian mengemuka adalah dua blooger wanita dan facebook. Padahal kalau ditelisik sebenarnya Kompasiana lah yang punya peran besar membongkar Gayus. Selain memuat kasak-kusuk sejak awal, juga yang pertama kali posting gambar ke publik. Gambar itulah kunci timbulnya heboh nasional!Â
Media lain yang memberitakan Gayus seolah lebih percaya facebook dibandingkan 'gonjang-ganjing di Kompasiana'. Apakah itu berarti facebook lebih dipercaya dibanding Kompasiana?
Usai kemunculan berita pertama kali di berbagai media, lanjutan beritanya kemudian lebih difokuskan pada Lapas, Reaksi Menteri, dan Gayus itu sendiri. Kompasiana dan Kompasianer tak disinggung-singgung.
Disatu sisi, hal ini menguntungkan Kompasiana yakni tidak direpotkan pihak lain yang melakukan penyelidikan-penelusuran informasi lanjutan untuk berita. Para awak Kompasiana bisa tidur nyenyak dan mungkin bisa nyaman plesir makan-makan di restoran. Kompasiana tetap adem-tentrem. Palinglah perang opini Kompasianer di internal Kompasiana. Kalau hal ini sih memang sudah biasa.
Namun di sisi lain, adem tentrem itu 'merugikan' Kompasian sendiri karena seakan tidak dianggap oleh media lain untuk rujukan - di singgung dalam rangkaian isi beritanya. Kalau hal itu benar adanya, sungguh sebuah 'pukulan' telak bagi eksistensi Kompasiana.