[caption id="attachment_380417" align="aligncenter" width="632" caption="gambar : http://us.images.detik.com/content/2012/05/28/10/Hambalang-dalam.jpg"][/caption]
Gedung baru DPR-RI akan dibangun dengan biaya sekitar 1, 2 Trilyun. Sungguh besar dan menggiurkan. Apalagi 'barang'nya ada di depan mata. Sayang kalau hanya jadi penonton tanpa dapat tempias nikmatnya. Akankah ada Anggota DPR yang sudah biasa 'main proyek' nantinya ikutan menghisap sari madu mega proyek itu?
Letak proyek itu hanya sepelempar batu dari para anggota DPR berkantor tiap hari. Mereka akan melihat kegiatan pekerja, mobilisasi alat dan bahan. Di lensa mata pemain proyek, semua itu adalah duit, duit dan duit.
Anggota DPR 'main proyek' itu bukan rahasia lagi. Beberapa orang akhirnya terungkap di media dan berakhir di pengadilan dan penjara, Contoh paling top adalah dari Partai Demokrat ;Angelina 'Anggie' Sondakh, Nazarudin, Sutan Batoegana; Lutfi Hasan Ishaaq-PKS, Al Amin Nasution-PPP, Zulkarnaen Djabar-Golkar, dan lain-lain (lihat Daftar yang tertangkap).
Selain itu, banyak pula anggota DPR yang bermain cantik sehingga tak terendus KPK dan lembaga pengadilan sampai berakhir masa jabatannya. Namun demikian, tak semua anggota DPR main proyek. Masih banyak yang 'lurus' menjalankan amanah rakyat.
Banyak cara bisa dilakukan untuk ikut menghisap sari madu proyek besar. Mulai dari proses tender perencanaan, pembuatan Detail Enginering Design (DED), pemilihan konsultan (pengawas, manajeman, ME, dll), pemilihan pelaksana (Main Contractor), Sub-Contractor, pengadaan barang, dan lain sebagainya. Akan banyak perusahaan yang dilibatkan. Disitu ada uang yang berputar dalam jumlah besar pula. Pada situasi seperti itulah para Anggota DPR dapat bermain menggunakan pengaruh-kekuasaan politisnya. Mereka bisa 'menekan' pihak-pihak tertentu di kepanitiaan proyek untuk memenangkan perusahaan jagoannya. Tentu dengan imbalan 'fee' yang sudah disepakati di belakang layar.
Sistem tender online bukan tanpa celah untuk 'bermain cantik'. Dengan prinsip 'selama segala sesuatu itu dibuat manusia' maka hal itu bisa diatur.Karena yang mengendalikan alat dan sistem adalah manusia, maka si Manusia dibalik alatlah yang diatur. Contoh paling vulgar adalah dengan mengacak sistem diwaktu tertentu (deadline) tender. Semakin canggih sistem, maka semakin canggih pula trik 'mengakali' alat, aturan dan sistem.
Tentu saja 'anggota DPR pemain proyek' tidak bekerja sendiri. Ada pihak swasta lain yang bermitra dengannya dalam prinsip Simbiosisme Mutualisme yang 'ngeri-ngeri sedap'. Pihak swasta itu butuh dukungan kekuatan politis untuk memenangkan persaingan tender, mengatur sistem orang dalam proyek serta mensiasati aturan dan syarat proyek, dan lain-lain.
Karena proyek ini besar, akan banyak bagian kue yang bisa dibagi-bagi. Sehingga bisa jadi pemainnya dilakukan para Anggota DPR secara berjamaah. Para kekuatan politis itu bagi-bagi kapling, dan saling mendukung dan melindungi satu sama lain. Ada yang pegang perencanaan, pelaksana utama, pelaksana sub-sub bagian proyek, ada juga yang pegang pengawasan dan manajeman, pegang pengadaan barang dan lain-lainnya. Semakin kuat dukungan politis, maka semakin besar peluang menghisap sarimadu mega proyek.
Pemerintahan Jokowi harus hati-hati mengelola pelaksanaan mega proyek itu. Harus ada kesepakatan boleh-tidaknya anggota DPR berlatar belakang bidang konstruksi turut mengerjakan proyek tersebut. Karena secara profesional dia juga punya hak berperan serta karena bisa saja si Anggota DPR itu punya usaha jasa Konstruksi, atau menjadi ahli konstruksi itu sendiri.
Bisa pula dibuat aturan, apapun alasannya, anggota DPR tidak boleh terlibat langsung dan tidak langsung dalam pelaksanaan proyek tersebut untuk mencegah konflik kepentingan dan 'masalah etika'.