[caption id="attachment_411472" align="aligncenter" width="600" caption="Menteri Susi/Kompas.com"][/caption]
Seorang laki-laki berusia 54 tahun ditemukan meninggal di sebuah hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Oleh pihak yang berwajib TKP dan jenazahnya ditangani untuk mengetahui penyebab kematiannya.
Setelah diselidiki identitasnya lebih lanjut, ternyata orang yang tewas itu seorang PNS. Almarhum pun bukan cuma PNS 'biasa' saja, tapi nampaknya PNS 'spesial' karena dia anak buah Menteri Susi Pujiastuti, bertugas di Kementrian Kelautan dan Perikanan. (Baca berita ini)
Belum ada penjelasan apakah si PNS tersebut merupakan anak buah langsung, yang artinya dalam tugas sehari-hari berinteraksi langsung dengan Ibu Menteri, ataukah hanya kebetulan status tugasnya di Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Hal yang menarik dari berita itu adalah ; nama Susi Pujiastuti dibawa-bawa dalam berita kematiannya. Pembaca yang awam atau haus sensasi tentu saja 'bisa tertarik' membacanya. Mungkin awalnya mengira ada keterlibatan Menteri Susi Pujiastuti.
Memang tak bisa dipungkiri bahwa orang yang meninggal tersebut adalah PNS di kementrian yang dikepalai Susi Pujiastuti. Tapi haruskah level seorang menteri dibawa-bawa dalam kematian -yang kebetulan tidak wajar karena meninggal di kamar hotel.
Kalau saja lelaki PNS tersebut adalah staf langsung Ibu Menteri, itu bisa jadi berita besar. Kasusnya bisa diberitakan, dikemas sedemikian rupa sehingga 'seolah-olah' ada keterkaitan langsung Susi Pujiastuti. Apalagi Sang Menteri merupakan sosok unik, mampu menarik perhatian orang, dan selalu jadi sumber berita. Ditambah lagi, status sang Menteri Susi Pujiastuti adalah seorang janda. (Soal staus ini, mohon koreksi kalau keliru).
Seorang Susi Pujiastuti sebagai menteri kabinet Jokowi memang 'seksi' untuk dijadikan sumber berita. Namun menghadirkan judul 'Anu' untuk menarik pembaca rasanya agak kebablasan dan kurang etis. Apalagi bila hal itu dilakukan oleh lembaga pers level nasional yang sudah punya nama besar seperti Kompas.
Bagimana seandainya si PNS adalah seorang staf biasa yang bertugas di daerah terpencil yang mungkin sampai pensiun pun tak pernah berinteraksi langsung dengan sang Menteri. Apakah 'perlu menghadirkan' Menteri Susi dalam berita kematiannya? Kenapa tidak sekalian nama Jokowi dibawa-bawa karena Jokowi 'Lebih Tinggi dan Ngetop' untuk jadi penarik berita, misalnya begini ; 'Seorang PNS Anak Buah Jokowi Tewas di Hotel'. Walaupun Si PNS 'hanya' pegawai kecamatan di perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah pedalaman. Berita itu 'mungkin' selain menarik banyak pembaca, hitung-hitung bisa 'menaikkan derajat' kematian si PNS rendahan yang malang tersebut. Tapi kemudian, bagaimana dengan 'derajat Jokowi' sebagai Presiden RI? Haruskah seorang presiden 'bertanggung jawab' pada kematian staf kecamatan di perbatasan negara yang meninggal di hotel?
Mari kita berpikir, kalau masih mau berpikir.
Iseng-iseng saya mencoba otak-atik judul berita. Kebetulan di Kompasiana banyak orang hebat dan punya keahlian tertentu. Kemudian muncul berita 'Seorang Kompasianer Membunuh Ular Kecil di Kampungnya'.
Kira-kira bisa menarik ndak, ya?