Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenapa Harus Takut dengan Matahari Kembar Jokowi-JK ?

4 Mei 2014   22:53 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13991933921687410878

[caption id="attachment_322521" align="aligncenter" width="632" caption="sumber gambar : https://assets.kompas.com/data/photo/"][/caption]

Hiruk pikuk pencarian pasangan cawapres Jokowi sudah makin mengerucut. Nama yang santer dibicarakan adalah JK. Namun banyak kalangan yang mengkhawatirkan terjadinya matahari kembar ditampuk pimpinan negara ini setelah belajar dari pengalaman saat JK mendampingai SBY di periode dulu.

Model seorang JK memang lincah, cepat mengambil keputusan, enerjik, ceplas ceplos dan merakyat.Selain itu, punya segudang ilmu dan pengalaman di dalam pemerintahan. Hal lain tak kalah menonjolnya adalah kemampuan beliau menyedot perhatian awak media. Pada akhirnya, akan tampak bahwa beliau yang lebih populer daripada presiden sendiri.Secara implisit, semua kemampuan beliau inilah yang diduga akan menyetir danmenenggelamkan figur Jokowi selaku atasan. Menurut penerawangan saya, kesan inilah yang terjadi pada saat JK menjadi wapres yang dahulu membuat SBY gerah.

Gaya kepemimpinan SBY jelas berbeda dengan Jokowi. SBY terbiasa dengan gaya kepemimpinan formal, hirarkis menurut garis komando dan penuh citra bossy. Gaya militer sebagai seorang komandan yang harus lebih menonjol dari anak buah sangat kuat dalam diri SBY. Sepintar dan sehebat apapun anak buah, tak boleh melebihi kepopuleran komandan. Apalagi bila hal itu membuat citra si komandan seolah dibawah anak buah. Gaya SBY sangat kental aura feodalismenya.

Sementara Jokowi lebih egaliter, non-formal, jauh dari gaya Bossy, namun tak kalah lincah dan populer. Selain itu merakyat dan mampu menyedot perhatian awak media.Secara sepintas gaya Jokowi dengan JK banyak kesamaan.

Soal pasangan kepemimpinan, gayaJK juga mirip Ahok. Bahkan Ahok lebih parah lagi, sangat ceplas-ceplos, maunya cepat dan suka marah-marah. Sorot media relatif sama besarnya antara Ahok dan Jokowi. Kalau dilihat dari kacamata feodal, maka Jokowi dan Ahok seperti matahari kembar.Namun apakah hal itu membuat Jokowi merajuk dan kehilangan pamor? Apakah sorot kamera padanya berkurang? Tentu tidak.Bahkan gaya slebor Ahok dan Jokowi menjadi kekuatan yang sangat padu dalam menggebrak tatanan lama dalam membangun Jakarta.

Sosok dan gaya egaliter Jokowi yang kuat dan menonjolinilah yang membuatnya mampu bekerja sama dengan orang populer, lincah, dan segarang Ahok. Jokowi tak mau pusing gaya hirarkis feodal yang menguras energi dan tak penting-penting amat dibandingkan permasalahan utama, yakni :membangun dan mengurus rakyat.Jokowi percaya bahwa masyarakat tidak bodoh yang menilainya kalah dari Ahok. Ibarat tim penyerang sepakbola, duet Jokowi-Ahok adalah double striker yang tangguh dan ditakuti lawan.

Belajar dari kemampuan dan sikap egaliter Jokowi dalam memadukan gaya dalam memimpin, tentu tidak ada yang perlu dikuatirkan dengan JK. Tidak akan ada matahari kembar dimana sang anak buah mengkudeta si boss. Yang terjadi adalah matahai kembar sebagai duet penyerang tangguh yang ditakuti lawan.

Bisa jadi, isu matahari kembar itu hanya isue para lawan, karena ketakutan mereka akan duet striker maut Jokowi-JK dalam pilpres kelak. Isu itu menjadi hantu yang disebar ke masyarakat.

Soal ketakutan matahari kembar ; boss kalah pamor dibanding anak buah sebaiknya dibuang ke laut saja. Sudah bukan jamannya lagi berpikir demikian. Toh, aturan main tugas presiden dan  wakil presiden sudah jelas dalam undang-undang. Masak kita tak percaya dengan undang-undang sendiri? JK pun bukan orang yang tak paham itu. Jadi, kenapa harus takut dengan matahari kembar?

Pebe, Bandung 04/05/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun