Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Debat Capres, Kemenangan Realitas Semu yang Bikin Senang

12 Juni 2014   14:13 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:06 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_328578" align="aligncenter" width="545" caption="http://artoftroubleshooting.files.wordpress.com/2013/02/taking-a-victory-lap.jpg"][/caption]

Realitas semu kemenangan adalah ekstasi paling laku. Setiap orang memiliki kemampuan menciptakannya dengan panca indra yang dimiliki, disertai tujuan-tujuan diri yang tersembunyi. (Prof. Dr. Pebriano Bagindo, KUD IUD STMJ -  Ahli Kesenangan Pilpres dari Universitas Celeguk!).

Debat Capres menuai banyak ragam komentar kubu Jokowi dan Prabowo. Keduanya mengaku sebagai pemenang. Maklum saja, mumpung tidak ada juri yang memutuskan kalah-memang, maka masyarakat pendukunglah yang menjadi juri. Sepihak memang. Tak masalah, yang penting Tante Girang, Om Senang, Bibir Mama Merekah, Papa Tertawa Puas, Teteh Tersenyum Meleleh, Aa’ Ngakak Menetes, Dede’ Nyengir Kuda. Apa lagi? Lengkap sudah, bukan?

Masyarakat adalah bagian dari rakyat, Debat Capres kemarin adalah bagian dari Demokrasi, adigium demokrasi adalah “Suara rakyat adalah suara Tuhan”. Maka ketika rakyat sama-sama bersuara kemenangan dan jadi gembira, dapat disimpulkan sementara kegembiraan itu adalah kegembiraan Tuhan juga.

Konon, Tuhan paling tidak suka ada yang kalah dan bersedih. Anda tidak percaya ? Silahkan tanya Tuhan. Jangan tanya atasan anda, walaupun di kantor dia berlagak seperti tuhan.

Klaim sepihak atas kemenangan merupakan pelipur diri yang paling murah. Kalau kita sakit kemudian kita hibur diri dengan menganggap kita sehat dan kuat, maka kita pun jadi senang. Seperti juga bila mengklaim diri kita sendiri paling ganteng, paling cantik, paling hebat dan seterusnya dan seterusnya. Mau dibilang narsis, ya monggo. Monggo saja mungkin narsis di pohon monggo. Lalu, kenapa manusia tidak? Masak kalah sama monggo?

Seperti kata-kata bijak abad klasik : Cintailah dirimu sebelum engkau mencintai orang lain.

Kalau dibuat turunannya begini : “Ketika kita mencintai diri kita dan menjadi senang dengan menganggap diri menang, maka segeralah menyenangkan hati orang lain dengan penuh seksama dan dalam tempo (tak) sesingkat-singkatnya. Menangkanlah hati lawan, dengan begitu semua jadi senang”.

Kalau dibuat integralnya jadi begini : Harusnya saat kita senang dan lawan pun senang, maka selanjutnya adalah melakukan ML ; Memberi Love atau saling memberi cinta. Dari situ akan tercipta kondisi rasa damai.

Kunci perhitunganya adalah penciptaan realitas semu seperti ekstasi ; membuat realitas itu menjadi suasana yang bikin senang. Kalau tujuannya untuk kesenangan bersama, harusnya realitas semu itu tak perlu dilarang.

[caption id="attachment_328579" align="aligncenter" width="545" caption="http://sadhillnews.com/wp-content/uploads/2011/04/obama-victory-lap-budget-deal-biggest-spending-cut-in-history-congratulate-each-and-every-one-of-me-sad-hill-news.jpg"]

1402525369979993116
1402525369979993116
[/caption]

Semua kalimat saya itu sangat mudah dituliskan, tapi tak mudah dilaksanakan. Jangankan saya, para capres itu juga bertindak demikian. Mengucapkan hal-hal yang mudah dikatakan, walau belum tentu mudah dilakanakan tujuannya adalah membuat hati senang.

Jangan kira apa yang dikatakan para capres di panggung debat kemarin hanya mereka saja yang bisa. Oh, tidak ! Anak-anak lomba pidato sekolah pun bisa. Kan cuma ngomong? Tidak ada yang sulit dan baru, semua sudah sering kita dengar, baca dan lihat. Hal yang membedakannya adalah momentum, eksistensi dan integritas.

Kedua capres itu beruntung, mereka lah pemilik momentum itu untuk bikin hati kita semua senang. Memang pemimpin harusnya begitu. Masak jadi pemimpin bikin rakyat sedih? Kalau ada pemimpin seperti itu, dia adalah pemimpin goblok !

Nah, agar tetap terjaga rasa senang bersama, maka saya tarik lagi kata-tulisan “pemimpin goblok itu!” Cruut ! Tuh....sudah saya tarik. Gampang, bukan? Maka kembali bersenanglah kita.

Saya saat ini sedang menikmati kemenangan semu yang bikin senang. Maka saya bagikan kesenangan itu karena tahu anda juga sedang senang dengan kemenangan semu.

Kalau kemudian anda tidak senang dengan tulisan saya ini. Anda adalah orang yang tak tahu diuntung dan bukan bagian dari proses pilpres yang menyenangkan.

Salam kesenangan pilpres.

baca juga tulisan : Om Senang dan Tante Girang dalam Pilpres dan Bibir Mama Merekah dalam Pilpres

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun