Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Para Jenderal Menunggu Godot selama 16 Tahun?

13 Juni 2014   15:00 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:55 2059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_328732" align="aligncenter" width="464" caption="http://indonesiasastra.org/wp-content/uploads/2013/04/pentas-godot-pertama.jpg"][/caption]

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang ditandai pemberhentian Prabowo dari militer telah berlalu 16 tahun. Entah mengapa beberapa mantan Jendral petinggi TNI yang masih hidup itu kini baru bersuara lantang. Mereka membuat panggung baru bersebelahan dengan panggung pilpres. Kehadirannya menjadikan pilpres yang sedang hangat ini menjadi panas.

Kedua panggung ini selain berdekatan dan berlangsung paralel, juga saling berkaitan. Keduanya sama-sama menarik. Yang satu tentang masa lalu, sedangkan satunya lagi masa kini. Namun gabungan kedua pertunjukan itu mempengaruhi masa depan bangsa ini. Ada misteri sejarah dan keberlanjutannya, yang walau berbeda gerak namun tak bisa saling meniadakan.

Rakyat dihadapkan dua pertunjukan panggung di lapangan sama: Surat pemberhentian Prabowo dan pilpres. Sungguh hingar-bingar dan kadang bikin bingung. Namun namanya rakyat, bingung adalah makanan sehari-hari, jadi lebih memilih konsisten diam di tempat sambil mengunyah semua informasi sampai muak. Berharap panggung jenderal makin jelas bentuk pertunjukannya dan kemudian pilpres berjalan lancar dan sukses.

[caption id="attachment_328733" align="aligncenter" width="418" caption=""]

1402620901916083998
1402620901916083998
[/caption]

sumber

Sangat mengherankan, dari tahun 1998 hingga tahun ini barulah semua peristiwa dibalik pemberhentian Prabowo itu terkuak semakin lebar. Hingga Presiden SBY pun menjadi gerah. Pertama, karena beliau kala itu juga menjadi bagian dari para jenderal. Kedua, beberapa rahasia di balik peristiwa pemberhentian Prabowo terkuak justru di penghujung pemerintahannya. Ini mempengaruhi kredibilitas akhir pemerintahannya.

Jadi selama 16 tahun, dengan dilalui pemerintahan SBY, ke mana saja para jenderal itu? Apakah mereka telah bersumpah menunggu Godot? Bahkan ketika SBY berkuasa mereka setia dengan Godot. Namun beberapa orang akhirnya tak mampu bertahan. Justru pemicunya adalah pilpres nan seksi yang berada di sebelah panggung mereka dirikan belakangan.

[caption id="attachment_328734" align="aligncenter" width="545" caption="http://dwikisetiyawan.files.wordpress.com/2011/06/menunggu-godot-samuel-beckett.jpg"]

1402620976408783950
1402620976408783950
[/caption]

Menunggu Godot adalah menunggu sesuatu yang tak kunjung datang, dapat diartikan sebuah kesia-siaan atau ketakmuampuan yang amat sangat dalam membaca situasi atau gejala. Singkatnya: menjadi sebuah penantian konyol.

Apa yang para jenderal itu tunggu selama 16 tahun? Harusnya ‘tidak ada’ ketika sumpah seorang tentara tertanam. Menunggu Godot adalah pilihan terbaik di balik peristiwa pemberhentian Prabowo, sambil mengisi masa tua dengan nonton sepak bola dan bermain golf atau memetik bunga di taman bank.

Namun ternyata pilpres 2014 sangat masif, bentuknya seksi. Seolah menjadi sosok Godot yang tampak jelas di depan mata. Maka tak tahanlah mereka untuk lama-lama menunggu. Mereka lupa kata ibu guru jaman dulu: "Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan tapi mulia". Bukankah kemulian itu yang diperlukan dimasa tua?

Tak mau lagi menunggu godot lebih lama, maka bernyanyi dan berjogetlah mereka di panggung sejarah negeri ini. Selamat beraksi jenderal!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun