[caption id="attachment_336975" align="aligncenter" width="544" caption="http://images.solopos.com/2014/08/Screenshot-Nurcahaya-sebut-Prabowo-titisan-Allah-youtube.jpg"][/caption]
Akibat terlalu bernafsu, hilang seketika atribut yang disandang Nurcahaya Tandang. Mungkin karena keenakan oleh sensasi batang mik yang sedang digenggamnya jadi lupa kalau dia bukan di dalam kamar yang sepi nan syahdu, tapi sedang berdiri di depan publik dan terekam. Akibatnya dia ditelanjangi dan menjadi pesakitan yang terlihat bodoh dan konyol di beragam media.
Selain keceplosan men-Tuhan-kan Prabowo bila disimak lebih lengkap, Nurcahaya juga memprovokasi masa untuk melakukan mahkamah jalanan, pengadilan rakyat dan melakukan people power bila aparat hukum tidak bisa melaksakan tugasnya. Ini terlihat di menit ke 2.18 rekaman ini.
Berikut petikan transkrip pidato Nurcahaya Tandang :
“Kalau hukum sudah tidak bisa bicara, aparat hukum sudah tidak bisa menegakkan, maka kita akan melakukan mahkamah rakyat... jangan salahkan kita kalau kita melakukan peradilan jalanan...karena kedaulatan tertinggi ditanga rakyat...kalau para wakil kita sudah tak bisa bicara maka yang akan turun adalah people power..”
Pernyatan Nurcahaya itu perlu dipertanyakan, apakah yang dia maksud itu pelaksanakan tugas aparat sesuai undang-undang atau versi kelompok Prabowo. Karena bila menilik latar belakangnya, Nurcahaya tentu dia paham mekanisme dan hirarki hukum formal.
Apakah untuk orang selevel dia layak layak mengatakan itu (provokatif) di depan orang banyak? Bukankah argumentasi hukum lebih baik diutamakan. Percuma banyak orang pintar hukum di kubu Prabowo,tapi kalau tidak sesuai keinginan versi mereka kemudian menganggap hukum gagal dan melakukan gerakan mahkamah rakyat dan pengadilan jalanan melalui people power. Kalau demikian, siapa yang bar-bar?
Menjadi begitu buntu kah hukum ditangan orang pintar? Apakah mahkamah rakyat dan Pengadilan jalanan serta people power sebuah proses hukum yang benar? Parameter apa yang digunakan rakyat? Kecenderungan yang bakal muncul adalah aksi bar-bar yang sangat primitif !
Apapun kondisi hukum yang berjalan, tidak selayaknya seorang intelektual mengajak masa untuk melakukan pengadilan jalanan. Kalau toh terjadi demikian, harusnya bukan hasil kerja intelektual, tapi murni kelakuan orang-orang tolol.
Beberapa kali saya coba dengar ulang rekaman itu. Anehnya muncul rasa bingung, kasihan dan rasa yang tak terdefenisi. Tapi setelah menyimak lagi terlihat dia sangat bernafsu menggenggam batang mik yang ujungnya didekatkan pada bibirnya yang seksi sedang berkomat-kamit. Saya jadi sadar dan sedikit permisif, karena hal itu tampak sangat naluriah. Lha wong dia lagi menikmati sensasi maju ke tampil.
Salam sensasi nikmat maju ke tampil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H