Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menjamah Sensualitas Demokrasi Kriminal ; Sebuah Renungan HUT Kemerdekaan RI

16 Agustus 2014   05:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:25 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_338268" align="aligncenter" width="544" caption="http://www.polines.ac.id/website/images/slides/foto140.jpg"][/caption]

Mozaik Indonesia dan Demokrasi merupakan keajaiban dunia yang tercipta di bumi nusantara. Keajaiban ini tak mampu dipikirkan seorang kampiun sulap sekalipun. Karena khusus untuk Indonesia, Tuhan pelit membocorkan trik kepada mereka.

Sungguh takjub; beragam ras manusia, aneka setting budaya, dan sejumlah gugusan wilayah georafis menyatakan diri sebagai Indonesia. Dan ketika entitas Indonesia tetap mampu bergandengan tangan dengan nusantara, Demokrasi yang berlandaskan undang-undang pun hadir menjadi bagian perekat erat mozaik itu.

Kini Demokrasi bukanlah barang baru bagi kita. Sudah jauh hari kita tinggalkan sistem aristokrasi dan monarki dimana kekuasaan elit bangsawan-kerajaan beserta keturunan dan ahli warisnya di berbagai wilayah nusantara telah berbesar hati melebur diri untuk sebuah entitas ke-Indonesia-an. Walaupun dalam perjalanannya selama 69 tahun kemerdekaan mengalami pasang surut, bertubuh compang camping dan sempat berjalan terseok-seok, demokrasi kita tetap bisa berdiri, berjalan dan tersenyum genit.

Demokrasi menjadi ruang kesetaraan bagi rakyat nusantara mengambil keputusan untuk membentuk kehidupan, harapan dan masa depan mereka sebagai bangsa Indonesia. Ditangan rakyatlah arah kebijakan sebuah pemerintahan Indonesia dimulai dan dilaksanakan untuk kemakmuran bersama.

Pintu utama ruang demokrasi adalah kemerdekaan. Pintu itu merupakan syarat penting berjalannya Demokrasi. Pintu itu telah bangsa Indonesia miliki bahkan dibuka dan masuki bersama. Sampai-sampai bangsa lain menoleh dan menatap dengan beragam pikiran antara kagum dan kuatir, antara iri dan takut. Itulah salah satu makna kemerdekaan negara kita sekarang ini.

[caption id="attachment_338269" align="aligncenter" width="544" caption="http://4.bp.blogspot.com/"]

14081151432119548609
14081151432119548609
[/caption]

Keajaiban mozaik Indonesia yang berisi keberagaman menjadi seksi ketika berada di dalam ruang Demokrasi karena perbedaan menjadikan Demokrasi kita penuh energi, selalu hidup dan penuh sensualitas. Setiap mata selalu tertarik menatap geraknya. Menginginkan tubuhnya bergerak indah sesuai kaidah untuk memberi pembelajaran bagi kemajuan peradaban bangsa.

Sejatinya sensualitas Demokrasi negara kita mampu menghilangkan kebodohan berpikir dan membebaskan dari keterpasungan hak-hak rakyat sebagai bagian penentu bernegara. Namun kenyataannya terkini telah muncul kaum oligarki palsu yang bergerak atas nama rakyat. Mereka menjadikan rakyat sebagai tunggangan bagi perjalanan kelompoknya meraih kekuasaan dengan cara-cara yang tidak mengindahkan etika demokrasi.

Kaum oligarki palsu itu merupakan kumpulan orang cerdas dan berpendidikan, mampu menghitung bintang dan pasir di laut. Mereka mengklaim diri dekat dengan tuhan, bahkan memiliki nyawa cadangan dan kunci surga. Mereka berdiaspora dalam keragaman nusantara, seperti bulir spora yang tertiup menyebar dan tumbuh subur secara cepat di kelembaban lipatan dan lekuk tubuh negara dan relasi sosial masyarakat.

Kaum oligarki palsu itu menyelipkan fitnah, kebohongan publik, kesaksian palsu, ambisi yang kelewatan, jiwa kerdil, nasionalisme palsu, membawa nama tuhan secara tidak hormat, intimidasi, ancaman, bahkan tindakan anarkis di dalam Demokrasi kita. Dikemasnya semua itu dalam suatu komodifikasi-komodifikasi menjadi seperti baru yakni Demokrasi Kriminal. Dan dengan disain kemasan yang menarik walau norak, sistem pemasaran yang cerdas bercampur konyol serta ramuan diksi romantis bercampur iba telah mampu menarik sebagian masyarakat untuk mengkonsumsinya sebagai bagian dari menu utama mereka berdemokrasi.

[caption id="attachment_338270" align="aligncenter" width="544" caption="http://nasionalisrakyatmerdeka.files.wordpress.com/2013/05/"]

1408115236836945735
1408115236836945735
[/caption]

Mereka tak perduli tentang sejarah bangsa Indonesia, tak hiraukan teriakan sebagian anak negeri yang masih kelaparan dan tak berbaju, tak mau tahu spirit pembangunan yang sesungguhnya, dan yang paling nista adalah menanamkan faham kebodohan kepada sebagian masyarakat pelanjut masa depan bangsa.

Kemasan produk kaum oligarki itu pun menjadikan gerak tubuh sensual demokrasi yang asli menjadi rancu dan kehilangan sebagian sensualitasnya. Keindahan sensualitas Demokrasi terseok-seok di tengah panggung yang tersorot cahaya mata dunia. Kita menjadi prihatin, kedewasaan berbangsa selama 69 tahun belum sebanding dengan perilaku sebagain kelompok yang suka menjamah Sensualitas Demokrasi dengan tangan kotor.

Namun sebagai manusia Indonesia yang masih perduli pada nasib sesama anak bangsa, kita tak perlu kecil hati. Kita jangan pernah kalah dengandemokrasi kriminal yang menjauhkan cita-cita kesejahteraan bersama. Kita harus semakin cerdas, perkuat terus nasionalisme, mau terus belajar dan tingkatkan kesadaran berbangsa dan  bernegara di dalam ruang Demokrasi. Jangan pernah sedikitpun menjamah sensualitas Demokrasi Kriminal.

Dirgahayu Republik Indonesia ke 69. Merdeka dan Teruslah Membangun Bangsaku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun