Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengalaman Mabuk Terstruktur dan Masif di Kompasiana

26 Agustus 2014   16:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:31 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_339543" align="aligncenter" width="680" caption="http://2.bp.blogspot.com/-bdoPgEZPTp4/T0hg2r-uQNI/AAAAAAAAAC4/x0is3TPO43A/s1600/MabukCinta.jpg"][/caption]

Hal paling menjengkelkan saat online di Kompasiana adalah tersendatnya jaringan internet. Apalagi saat itu kita sedang horny tulisan. Sementara alokasi waktu untuk nongkrongin Kompasiana terbatas hanya saat itu karena kesibukan lain menunggu.

Cara mudah mengatasinya adalah meninggalkan laptop itu sambil ngomel dalam hati guna menambah perbendaharaan dosa ringan. Atau, upaya paling elit adalah segera berlibur ke Maladewa sambil memikirkan strategi online selanjutnya. Untuk anda yang punya nyali, ambisius, merasa diri visioner, mampu mengesampingkan sisi spotivitas dan bermuka badak sangat tidak dilarang untuk berdiri di tengah jalan yang ramai kendaran melaju. Teriakkan pada setiap kendaran lewat bahwa Kompasiana sedang error, bukan modem anda yang rusak. Silahkan saja, ini jaman demokrasi. Hak anda dilindungi undang-undang. Anda harus yakin yang anda lakukan itu bila punya cukup saksi valid saat anda online.

Mengatasi kejengkelan yang terjadi saya pun menulis, karena ’' it’s a special time for Kompasiana’'. Cuma satu jam-an habis itu harus kembali ke sawah. Bagaimana cara mendapatkan ide? Biasanya selalu ada ide-ide besar yang genit menggoda iman, disitulah saya memulai. Bila tak ada ide, saya akan mengingat-ingat beberapa kejadian kemarin, bisa jadi dari interaksi dengan orang lain, bisa pula ketika nonton televisi sebelum berangkat ke sawah. Kejadian leletnya internet ini saja contohnya, telah jadi sebuah tulisan.

Satu kejadian unik saya alami beberapa hari lalu yakni menjelang dan ketika hari H keluarnya keputusan MK yang bersejarah itu. Entah kenapa ketika saya online internet tiba-tiba ngambek. Sebagai manusia yang beriman tentu saja saya jengkel dan diam diam ngomel secara khusyuk.

Lebih baik menggigit laptop daripada berbuat anarkis, seperti gambar ini  dengan semboyan "'Biar Cantik Asal JENGKEL, Kita Tingkatkan Kualitas Kompasiana Menuju Masyarakat Doyan Menulis"

[caption id="attachment_339548" align="aligncenter" width="600" caption="Dengan semboyan "]

14089071031848044893
14089071031848044893
[/caption]

Anehnya internet ngambek justru ketika akan membuka lapak untuk membalas beberapa komen teman-teman Kompasianer di tulisan saya. Akhirnya tertunda, dan saya pun kembali menulis. Saat tulisan selesai dan coba posting, eh..internet bisa dibuka walau butuh waktu relatif lama. Tulisan pun terposting dengan sukses. Namun herannya tetap tak bisa membalas komen-komen di tulisan saya terdahulu. Alhasil saya tinggalkan arena Kompasiana dengan tabah dan kembali ke Sawah.

Tadinya terpikir, jaringan internet saya sudah dizolimi pesaing dari tetangga sebelah. Heu...heu..heu...dan saya sudah berniat menghubungi tim pengacara, dukun penulis, saksi menulis dan para relawan saya untuk beramai-ramai mengepung kantor Kompasiana. Biarpun yang bermasalah adalah jaringan internet saya, tapi saya bersikeras Kompasina lah yang salah dan harus bertanggung-jawab gagalnya saya online. Tapi kemudian saya urungkan, karena sangattidak elegan dan menjadi preseden sejarah yang tidak mendidik generasi muda masa depan.

Beberapa hari kemudian internet kembali lancar, namun setelah saya lihat di beberapa artikel saya jumlah komennya ratusan. Bahkan ada teman Kompasianer menduga saya lari dari gelanggang, heu..heu..heu..

Mabuk Tak Harus Menakutkan, Bisa  Ceria Seperti Gambar Dibawah Ini ;

[caption id="attachment_339547" align="aligncenter" width="400" caption="Mabuk Secara Lucu dan Konsekuen. Bisa,kan?                                       sumber gambar : http://4.bp.blogspot.com/-WOjabli0B2Y/UDyxlEZuHdI/AAAAAAAABTM/Sqb4_KN-Tt4/s400/bayi+mabuk+tertawa.jpg"]

14089066191874610150
14089066191874610150
[/caption]

Akhirnya waktu berharga itu saya manfaatkan khusus membalas semua komen termasuk memberi komen yang menyertakan link tulisannya. Tak ada waktu tengok-kanan kiri untuk berita online resmi lainnya. Tak disangka tak diduga, bukan salah bunda mengandung dan bukan salah bapak punya burung...ternyata menyita waktu sekitar 4 jam. Waktu selama itu jauh melebihi saya menulis satu artikel. Untung waktu saya sedang free. Pinggang rasanya mau patah kelamaan duduk dan mata puyeng-puyeng kelamaan menatap monitor. Saya serasa pendekar mabok.

Saya baca dan simak dengan khusyuk setiap komen di artikel saya. Masing-masing dijawab sesuai genre-nya. Saya berusaha mengikuti dan memahami beragam gaya setiap Kompasianer. Bila komen tersebut serius, tentu akan dijawab dengan candaan, kalau komennya marah dan sinis akan saya jawab dengan gurauan, kalau komen itu lebay akan saya jawab dengan kocak, kalau komen tersebut bercanda tentu akan saya jawab dengan gaya kentir. Sudah sesuai, bukan? Heu..heu..heu..

Walau capek, tapi hati senang karena bisa berinteraksi dengan sesama Kompasianer. Bagi saya, interaksi adalah segalanya. Disayang admin Kompasiana adalah yang utama, Kepuasan pembaca Kompasiana adalah nomor satu.

Apa yang saya jalani ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kerja Admin Kompasiana yang non-stop 24 jam secara terus menerus setiap hari mengawal tulisan para Kompasianer. Mungkin mereka tak sempat mandi dan cukuran, apalagi jalan-jalan ke mall untuk ngeceng.

Terbayang Rupa Admin Kompasiana, seperti ini :

[caption id="attachment_339544" align="aligncenter" width="337" caption="http://3.bp.blogspot.com/-QfWcKpsOa6k/TdqMLpe0mlI/AAAAAAAAAYQ/TFkB9-EK7xg/s400/jpg"]

14089062762135526623
14089062762135526623
[/caption]

Kalau ada undangan nangkring barengbarulah Admin Kompasiana mandi, ke salon atau tukang cukur sehingga bila anda bertemu misalnya kang Pepih, dia sudah rapi, harum, klimis, ganteng-suganteng saat acara berlangsung.

Belajar dari pengalaman mabok itu, saya apresiasi terhadap kerja admin Kompasiana dan seluruh jajarannya yang tak bisa saya sebutkan satu-satu. Dan kepada Kompasianer sejati, saya himbau untuk hormat kepada Admin, apapun kondisi mereka. Kalaulah ada kekeliruan sedikit mohon dimaklumi. Ingat, teman ! Surga menulis itu ada di telapak kaki admin Kompasiana. Anda bisa kualat kayak Malinkundang bila melanggarnya ! Apakah anda mau dikutuk jadi patung aksara? Heu..heu

[caption id="attachment_339545" align="aligncenter" width="680" caption="http://jonathanraisen.files.wordpress.com/2013/10/hormat.jpg"]

14089063732052732566
14089063732052732566
[/caption]

Satu hal lagi : pujian saya kepada admin Kompasiana itu bukan tanpa maksud. Tak ada makan siang gratis. Tak perlulah disebutkan karena admin sudah tahu kemana tulisan saya ini akan ditempatkan secara terhormat. Heu..heu..heu..

Hormat Admin, graaak !

[caption id="attachment_339546" align="aligncenter" width="680" caption="http://4.bp.blogspot.com/-FflDYBA20_s/TbL47JufBlI/AAAAAAAAG9Y/yQY6eYn4Qj0/s1600/13033779327132226.jpg"]

140890646748680476
140890646748680476
[/caption]

Salam Damai Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun