[caption id="attachment_339916" align="aligncenter" width="612" caption="http://cdn.klimg.com/merdeka.com/resized/670x670/i/w/news/2014/08/26/418987/996x498/jpg"][/caption]
Akhirnya Jokowi bertemu SBY di Bali. Ini pertemuan pertama sejak Jokowi dinyatakan sebagai presiden terpilih oleh MK. Banyak orang berharap isu kenaikan BBM jadi bagian pembicaraan kedua 'presiden' dan Presiden itu. Namun nyatanya: Tidak terjadi.
Tentu saja banyak orang kecewa atau gregetan, dan bertanya-tanya. Kenapa tidak dibicarakan? Sementara di berbagai tempat masyarakat antri bensin sudah seperti pengungsi yang antri makanan. Stok bensin langka, entah ke mana perginya.
Harapan banyak orang, setidaknya dari pertemuan pertama Jokowi dan SBY itu ada pernyataan resmi dan kabar baik tentang masalah BBM.
Pemerintahan presiden SBY menyadari bahwa harga BBM yang sekarang cepat atau lambat tak bisa dipertahankan lagi. Terlebih hal tersebut bukan hanya dipengaruhi faktor dalam negeri semata melainkan juga efek dari ekonomi global. Namun SBY tentu tak mau dihujat di akhir pemerintahannya. Sebuah strategi main aman yang dapat terbaca.
Sementara bagi Jokowi, kenaikan BBM di awal pemeritahannya tentu akan menjadi rapot pertama yang buruk di mata masyarakat. Dari pengalaman terdahulu, kenaikan BBM berakibat makin beratnya kehidupan masyarakat dan timbul gejolak sosial untuk beberapa waktu.
[caption id="attachment_339917" align="aligncenter" width="583" caption="http://img.lensaindonesia.com/uploads/1/2012/03/Antri-BBM.jpg"]
Memang serba salah, ada dua persoalan yang berjalan paralel. Disatu sisi BBM langka dan disukan bakal naik, dan bikin susah masyarakat. Di sisi lain, pemerintahan SBY sedang berada di akhir masa pemerintahan, di sisi lain lagi Jokowi sedang menjelang pelantikan.
Dari sisi pribadi kedua presiden, mereka berusaha menjaga hubungan baik. Keduanya sedang punya hajatan besar. Presiden SBY ingin lengser dengan damai, tenang dan lancar dari pemerintahan, begitu juga Jokowi ingin tenang dan lancar menyongsong pemeritahan barunya. Titik temu ini bersifat manusiawi antara dua orang dengan latar belakang kultur yang sama. Nilai kesopanan, saling menghormati dan saling mendukung menjadi tema tersirat.
Presiden SBY yang tinggal menunggu hari meletakkan jabatannya adalah orang yang patut dihormati oleh penerusnya, yakni Jokowi. Terlebih, bahwa SBY selama ini tidak ada masalah secara pribadi maupun politik dengan Jokowi. Kalau pun ada korslet sedikit secara pribadi antara SBY dengan Megawati yang notabene bos Jokowi di partai, tentu itu persoalan lain.
Keberhasilan Jokowi memenangkan pilpres yang lalu tak lepas dari peran pemerintahan SBY yang menjaga netralitas dan upaya kelancaran proses pemilu. Ini salah satu yang menjadi entrinya.
Ibarat hajatan kawinan, pihak penganten dan keluarga kedua pihak, baik laki-laki dan perempuan inginnya menjelang hari H berjalan lancar dan tidak ada ribut-ribut di dalam panitia keluarga kedua belah pihak.Kalaupun ada keributan di luar rumah karena sesuatu hal, untuk sementara kedua keluarga pengantin tidak mau keluar rumah atau ikut campur terlalu dalam. Mereka percaya, mekanisme di luar bisa mengatasinya.
Masalah isu kenaikan dan langkanya BBM adalah masalah klasik dan sensitif di negeri ini. Siapa pun presidennya akan menghadapinya ketika membuat RAPBN. Subsidi BBM menjadi sebuah dilema yang sejak dulu menjadi bagian persoalan awal perencanaan anggaran pembangunan.
Ketika kedua presiden itu bertemu, pemahaman inilah yang mungkin ada di benak mereka masing-masing. Yang satu ingin tenang purna tugas, sedangkan yang satu lagi ingin lancar menjelang tugas baru. Sementara BBM akan jadi PR klasik bagi siapapun, termasuk mungkin ; bila anda yang jadi presidennya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H